Ketika
mengajar pada anak-anak terutama tentang aturan pada hari Sabat yang terkesan
kaku, menggiring kesadaran untuk membaca konteks Perjanjian Lama dan memperhadapkannya
dengan konteks Perjanjian Baru. Dari literatur yang termuat pada traktat Sabat,
ada 39 larangan yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Dari cukup banyak
larangan ini mau memberikan informasi penting bagi kita bahwa Sabat di mata
orang Yahudi merupakan hari penting yang berkaitan dengan kisah penciptaan
dunia dan pada hari ke tujuh Allah beristirahat.
Hukum
Taurat mendapat tempat terhormat dalam sejarah perjalanan hidup Israel. Sabat
yang termuat dalam hukum Taurat menjadi “panglima” yang mengatur tatanan hidup
bangsa Yahudi. Aturan itu memang baik tetapi dalam pelaksanaannya terkesan
kaku. Dalam beberapa kesempatan, seperti yang tertulis dalam Injil, Yesus
berusaha untuk menyoroti pelaksanaan hukum Taurat yang lebih mengorbankan aspek
kemanusiaan dan menegakkan hukum secara buta. Sebagai orang Yahudi, Yesus
justeru merawat hukum Taurat. Yesus sendiri menyatakan “Janganlah kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.
Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Mat
5:17).
Yesus
menyoroti penerapan hukum Taurat secara kaku dan sekaligus mengingatkan pada
para pemangku kepentingan dan penjaga hukum itu. Rasa cinta Yesus akan hukum
Taurat, tidak menjadikan Yesus menjalankan secara buta dan membiarkan tindakan
yang melanggar kemanusiaan demi melanggengkan hukum itu. Namun rasa cintanya
itu ditunjukkan melalui kritik konstruktif yang menyadarkan mereka yang
menamakan diri sebagai penjaga hukum Taurat.
Sabat
mulai dihitung pada Jumat sore (matahari terbenam) sampai dengan Sabtu sore
(matahari terbenam). Permulaan perhitungan waktu dalam Sabat ini tetap berlandaskan
pada kisah penciptaan. Namun, baik Sabat maupun hukum Taurat yang diterapkan
pada Perjanjian Lama, hanyalah bayangan yang menuntun bangsa pilihan Allah
dalam proses penantian panjang akan datangnya penyelamat. “Di dalam hukum
Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan
bukan hakikat dari keselamatan itu sendiri…” (Ibr 10:1). “Sebelum iman itu
datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman
itu telah dinyatakan. Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai
Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. Sekarang iman itu telah
datang, karena itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun.” (Gal
3:23-25).
Kehadiran
Yesus merupakan puncak revelasi Allah yang bisa dimaknai dalam Perjanjian Baru.
Untuk menebus seluruh dosa manusia, Yesus harus menjalani sengsara, wafat dan
bangkit dari alam maut. Proses ini dilalui oleh Yesus dan sungguh membawa
penyempurnaan dunia dengan nilai pengorbanan tanpa batas. Oleh kebangkitan-Nya
dari alam maut pada hari Minggu pagi, membawa perubahan. Hari Sabat—hari ke tujuh dalam minggu
mengacu kepada hari istirahat di akhir Penciptaan. Sedangkan hari Minggu adalah
hari pertama dalam minggu, mengacu
kepada kebangkitan-Nya. Karena oleh misteri Paskah Kristus, kita menjadi
ciptaan yang baru: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan
baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2Kor
5:17). Makna istirahat dari pekerjaan tetap ada, tetapi bukan itu saja,
melainkan mengarah kepada puncak dari maksud Allah menciptakan segala sesuatu:
yaitu untuk dijadikan semuanya menjadi ciptaan baru di dalam Kristus.***(Valery
Kopong)
0 Komentar