Membaca dan merenungkan tentang kisah nabi Amos,
ada sesuatu yang menarik. Pada zaman nabi Amos, ia berbicara lantang menyoroti
ketidakadilan dan juga persoalan korupsi yang merajalela pada zamannya. Kegalauan
Amos dan terus menyuarakan seruan profetis itu, menampilkan sebuah sikap peduli
terhadap persoalan sosial yang terjadi. “Lembu-lembu basan” merupakan bahasa
kiasan yang dilontarkan oleh seorang Amos sebagai bahasa sinistik pada mereka
yang selalu hidup boros dan mempertontonkan keglamouran hidup.
Amos menjadi tokoh penting dalam mendobrak
situasi yang amburadul. Nyali seorang Amos sangat teruji di tengah gempuran
hidup para pejabat dan karena gaya hidup yang berfoya-foya itu maka menimbulkan
keterpurukan hidup masyarakat Yahudi waktu itu. Mengapa masyarakat saat itu
hidupnya terpuruk? Karena masyarakat dipungut pajak yang tinggi namun hasil
pajak digunakan juga untuk berpesta pora.
Melihat perjuangan Amos dalam Perjanjian Lama,
memberikan inspirasi untuk saat ini terutama dalam kaitan dengan kehidupan para
pejabat saat ini yang sering memamerkan kekayaan namun hasil kekayaan itu
disinyalir tidak wajar dalam perolehannya. Direktorat pajak yang memiliki
kewenangan untuk mengurusi masalah perpajakan, menjadi tersandung karena beberapa
oknum terindikasi dengan masalah
permainan pajak itu.
Siapa yang bisa menyoroti persoalan orang-orang
yang menyelewengkan uang negara? Amos saat ini, saya melihatnya dalam diri
seorang Prof. Mahfud MD, salah satu menteri yang pada belakangan ini berusaha
membuka aliran dana yang begitu besar. Di hadapan para DPR RI, Mahfud MD
memberikan keterangan terkait aliran dana. Perjuangan seorang Menko Polhukam
harus melewati jalan terjal dalam upaya penyelesaian uang negara yang
disinyalir mengalir ke oknum-oknum. Teruslah menyoroti persoalan ini, rakyat Indonesia
menanti hasilnya.***(Valery Kopong)
0 Komentar