Unordered List

6/recent/ticker-posts

Gembala Baik Mengenal Domba-domba-Nya

                                                     
 (Sumber inspirasi: Yohanes 21:15-19)

 

"Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepadaNya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-dombaKu.

Penggalan teks Injil di atas menggambarkan penggalan batin seorang Petrus yang belum menunjukkan sebuah komitmen yang tegas pada Sang Guru. Ketika membaca gambaran teks Injil hari ini menyisahkan keresahan hati seorang Yesus dan sekaligus menuntut kesetiaan seorang Petrus yang menjadi harapan Yesus sebagai gembala untuk masa depan keberlanjutan karya pewartaan. Mengapa Yesus harus melontarkan tiga pertanyaan pada Petrus? Tiga pertanyaan yang dilontarkan  ini mengingatkan kita akan sikap Petrus saat Yesus ditangkap dan menjalani hukuman mati. Petrus menyangkal bahwa ia tidak mengenal Yesus sebagai cara mengelak dari ancaman dari orang-orang Yahudi. Petrus yang dijuluki sebagai batu karang, juga pernah mengalami kegoncangan iman terhadap Sang Gurunya sendiri.

 

Pertanyaan ketiga yang dilontarkan Yesus pada Petrus untuk memurnikan komitmen dan kesetiaan Petrus pada Yesus sekaligus menerima tawaran baru untuk menjadi gembala atas domba-domba yang akan ditinggalkan oleh Yesus. Yesus menginginkan kelanjutan karya pewartaan itu diteruskan oleh para murid. Pewartaan tentang Kerajaan Allah yang berpihak pada orang-orang miskin dan tersingkir yang diajarkan oleh Yesus, tidak lenyap setelah Ia menyelesaikan misi perutusan-Nya di dunia ini. Keberakhiran hidup Yesus di dunia ini tidak mendadak melenyapkan ajaran tentang cinta kasih menjadi landasan utama dalam kehidupan kristiani. Untuk melanggengkan ajaran-Nya yang telah dibangun selama tiga tahun saat berkarya di dunia ini maka Yesus memberikan tongkat kepemimpinan pada Petrus sebagai gembala atas domba-domba yang ditinggalkan-Nya.

Mengapa Petrus terkadang dan bahkan menyangkal Yesus? Beberapa ekseget menjelaskan secara sederhana, mengapa Petrus itu ragu, tidak didasarkan pada penyangkalan terhadap Yesus tetapi juga  terkait erat dengan latar belakang kehidupan Petrus sebagai seorang nelayan. Sebagai seorang nelayan, kepribadian Petrus dibentuk oleh ganasnya ombak yang menjadikan dirinya sebagai petarung sejati. Seorang petarung sejati tidak dihasilkan dari laut yang tenang, melainkan dari gemuruh ombak yang terus mengusik perahu kesayangannya. Pengalaman berjumpa dengan laut dan karena itu untuk membalikan arah baru untuk menjadi seorang gembala, tentu tidak mudah. Menjadi seorang gembala berarti bersedia menuntun domba-dombanya untuk menemukan rumput yang hijau dan sumber mata air. Rumput hijau menjadi makanan sehari-hari bagi kawanan domba.

Yesus, ketika lahir sebagai seorang bayi di kandang hewan, dibaringkan ke palungan, tempat makanan ternak. Di sini Yesus menunjukkan diri sebagai “santapan rohani,” roti hidup yang turun dari surga. Bayi Yesus tak sekedar dibaringkan pada palungan namun memberikan pesan penting bagi dunia bahwa Dialah roti hidup yang selalu menyediakan makanan bagi domba-domba yang lapar dan haus. Barangsiapa memakan roti itu ia tidak akan lapar lagi dan memperoleh hidup kekal. Roti manna yang pernah dimakan oleh orang-orang Israel hanya bertahan hidup dalam proses pengembaraan menuju tanah terjanji. Dalam perjanjian baru, Yesus, selain memperkenalkan diri sebagai roti hidup dan sumber air tak pernah kering, juga menjadi gembala bagi kawanan domba-Nya.    

Tongkat kegembalaan diserahkan Yesus ke Petrus sebagai kepala atas para murid. Petrus yang dahulu dikenal sebagai nelayan, setia mengarungi laut dan berani mencari ikan pada musim gelap, kini mengalami titik balik hidupnya. Petrus dipercaya gembala yang siap menuntun kawanan domba ke tengah padang rumput. Tantangan terbesar menjadi gembala, yakni siap memberikan proteksi pada domba-domba apabila diserang oleh binatang buas. Menjadi gembala berarti menjadi pemimpin dan menjadi domba berarti menjadi umat yang siap dipimpin oleh sang gembala. Di tangan sang gembala, ada tongkat yang siap menuntun umat-Nya dan bisa memukul mundur serigala yang mengganggu keharmonisan hidup para domba. Menjadi gembala yang rendah hati, siap menuntun domba-domba ke tempat yang lapang penuh rumput. Meminjam bahasa psalmis (pemazmur) “Ia menuntun aku ke tempat yang lapang.” Tak hanya rumput hijau menjadi santapan tetapi juga menemukan sumber mata air kehidupan. Ada kesegaran jiwa bagi yang mereguk air kehidupan.

Kehidupan umat Kristiani saat ini seperti kawanan domba yang hampir setiap saat diusik oleh serigala-serigala zaman ini. Walaupun Gereja dihambat dan umat mengalami ketertindasan, iman umat tak pernah goyah. Kisah para martir terdahulu memperlihatkan sikap heroik untuk berani mati demi mempertahankan imannya akan Kristus. Darah para martir, benih bagi orang Kristen (Sanguis Martyrum, Semen Christianorum).***(Valery Kopong)

Posting Komentar

0 Komentar