Satu inspirasi hebat yang kudapatkan dan menginspirasi saya dari Santo Yoseph Pekerja adalah keberaniannya keluar dari zona nyaman. Keinginannya untuk meninggalkan Maria secara diam-diam demi nama baiknya dan nama baik Maria justru menjadi sebuah keberanian untuk menerima Maria, menjaga Maria dan bayi Yesus (Mat 1:19.24).
Keberanian Santo Yoseph meninggalkan zona nyaman mendapatkan kekuatan dan peneguhan dari relasi pribadinya dengan Allah. Maka keberanian Santo Yoseph adalah buah dari kehendak Allah sendiri.
Pada point ini sebenarnya Santo menginspirasi termasuk memberikan sebuah kritik sosial kepada kita semua terutama kaum berjubah bahwa relasi atau kedekatan dengan penguasa tidak kemudian menjadi sebuah kompromi yang membungkam keberanian untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran atau juga menjadi sebuah kritik terhadap kemapanan dan kenyamanan pada kaum berjubah yang tidak mau dipindahkan atau masih melakukan kompromi.
Saya masih ingat betul kata-kata pak Syarie Jang (mantan walikota Samarinda); ketika setelah pelaksanaan pemberkatan jenasah yang juga dihadiri beliau; beliau justru memanggil dan merangkul saya seraya berkata; “terimakasih banyak pastor.”
Beliau demikian juga saya tahu bahwa saya selalu mengkritik bahkan mendemo beliau terkait kebijakannya. Bahkan ungkapan yang sama Beliau ungkapkan lagi saat pertemuan mahasiswa Mahakam Hulu sekitar tahun 2012 yang juga dihadiri oleh saya, beliau mengatakan dihadapan para mahasiswa Mahakam Hulu; “sebagai mahasiswa jangan takut untuk memberikan masukan dan kritikan yang membangun kepada saya. Terimakasih banyak kepada pastor Kopong yang telah memberikan banyak masukan melalui aksi-aksi bersama teman-teman.”
Meskipun pastor Kopong selalu mendemo saya, namun tidak menjadikan kami bermusuhan. Karena bagi saya demonstrasi adalah bagian dari itikad baik untuk memperbaiki situasi ke arah yang lebih baik, ungkap Beliau. Meskipun pada akhirnya saya justru ditolak atau kasarnya “diusir” dari tempat yang biasa menjadi pertemuan bersama teman-teman lintas agama dan organ kemanusiaan oleh rekan berjubah sendiri atas nama IMB bangunan yang sedang dibuat dan atas nama kesukuan.
Melakukan aksi damai bukan berarti menebar kebencian dan permusuhan. Salah satu ungkapan cinta untuk membangun kebaikan bersama. Keberanian untuk mengkritik penguasa dengan kritikan yang membangun bukan berarti membangun tembok pemisah antara pemerintah dan Gereja.
Ketika kompromi terjadi dan embel-embel material lainnya yang menjadi bumbu dalam relasi dengan pemerintah maka suara Gereja hanya menjadi sebuah senandung sunyi mengiringi tarian ketidakadilan dan ketidakbenaran yang terus menari di depan mata kita.
Demikian juga dengan perutusan. Dimanapun diutus dan sesulit apapun akan dialami pada gilirannya menjadi sebuah sukacita dan kebahagiaan dalam pelayanan ketika relasi pribadi dengan Allah menjadi penopang dan peneguh. Ketika imamat dimaknai sebagai jalan salib kehidupan yang melahirkan sukacita maka tak ada kata kompromi dan penolakan menyertai perutusan.
Manila: 1-Mei 2021
Pater Tuan Kopong MSF
0 Komentar