Sumber foto: google |
Perih
teriris ketika melihat anakku sakit. Berawal dari kisah masa lalu, sejak usia 2
bulan anakku sudah merasakan tajam nya suntikan dan sakit nya di infus. Hati
perih teriris melihat anak ku di ruang IGD pukul 00.00 dari kejauhan dia menatapku
untuk meminta tolong walaupun tidak bisa mengucapkan kata-kata. Ya Tuhan, ujianku di awal aku berperan
menjadi seorang ibu dan orang
tua. Aku terima apapun yang Tuhan berikan karena itu mengasahku untuk menjadi
orang yang lebih dewasa dan bertanggung jawab. Seminggu anakku harus menjalani
proses yang sungguh berat. Beban berat ketika melihat
anakku 2 kali dalam sehari diuap dan 24 jam menggunakan tabung oksigen. Tapi
aku harus kuat karena aku harus sehat untuk anakku.
Masa
lalu itu membuatku menjadi orang yang paranoid sampai saat ini. Aku yakin semua
orang tua pasti merasakan hal yang sama seperti aku.
Ketika anakku sudah mulai sakit sejak
kecil, aku sudah panik bahkan aku teringat kisah
ketika anakku berusia
2 bulan.
Peran
seorang ibu ternyata adalah pekerjaan sepanjang hayat, tanggungjawab sepanjang
hayat dan peran penting buat keluarga. Aku adalah seorang pekerja pengajar atau
guru ternyata mengajar atau mendidik siswa sama besar tanggungjawab nya dengan
mengurus anakku sendiri. Hanya
bedanya, siswa-siswi adalah anakku di sekolah yang tanpa aku kandung.
Aku
bekerja sudah hampir 5 tahun. Puji
syukur kepada Tuhan di tahun ke
5 ini aku diberikan tanggungjawab besar. Aku
dipercaya untuk memimpin sekolah. Kali
ini bukan lagi anak kecil yang aku naungi tapi orang dewasa yang harus aku bimbing.
Secara pengalaman, siapakah
aku? Bisa berbuat apa
aku ini? Tapi aku yakin ini semua proses
yang Tuhan siapkan untuk aku belajar untuk sampai akhirnya aku akan ada di titik
di mana TUHAN memberikan tempat yang
baik sebagai seorang ibu dan seorang pekerja.
Memang tidak mudah pada posisi ini karena ketika
di posisi anakku sakit, itulah pergumulan hati yang sangat bergejolak.
Aku harus bisa menjalankan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin tapi aku juga tidak
bisa menutup mata bahwa ada anakku yang saat sakit pasti membutuhkan aku.
Kita
tidak bisa meminta orang untuk mengerti posisi kita bahkan mengerti keadaan kita.
Karena orang hanya bisa menilai kesalahan daripada kebaikan. Seperti sebuah peribahasa
"satu kesalahan akan menutup seratus bahkan seribu kebaikan". Akan
tetapi seorang sahabat yang baik sama hal nya seperti keluarga. Sebuah keluarga
pasti mengerti di saat keluarganya mengalami masalah dan pasti mau menerima
kekurangan. Karena prinsip sebuah keluarga ialah tidak ada kesalahan yang
dibawa sampai ke liang kubur.
Untuk
saat ini kalau ditanya apa fokus aku ke depan? Aku ingin semua berjalan baik-baik
saja. Baik pekerjaanku ataupun keluargaku. Aku ingin keduanya berjalan beriringan
sampai kepada titik kesuksesan. Kesuksesan dalam pekerjaanku dan kesuksesan di
dalam keluarga.***(Bertha Retnaning)
0 Komentar