Lewoleba, Gagas Indonesia Satu.com
Untuk meningkatkan skill advokasi bagi komunitas pekerja migran dalam memperjuangkan hak-haknya, Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS)
menggelar “Training Peningkatan Skill
Advokasi Kebijakan Publik, Perencanaan Pembangunan dan Tata Kelola Migrasi
Aman” yang dilangsungkan Sabtu (20/5- 2023)
di Hotel Annisa Lewoleba.
Dalam
pengantar pembuka, Direktur YKS, Mansetus Balawala mengatakan berbicara tentang advokasi kebijakan,
maka sesungguhnya kita berbicara tentang pembelaan terhadap hak dan kepentingan pubik, karena dalam
konteks advokasi kebijakan, yang diperjuangkan adalah kepentingan masyarakat.
Karena itu, menjadi pelaku advokasi
tidak saja memiliki pengetahuan dan pemahmaan tentang advokasi semata, tetapi lebih dari itu harus memiliki skill
atau keterampilan dalam beradvokasi. Hal
ini penting karena dalam program INKLUSI yang sedang dilakukan YKS bermitra
dengan Migrant Care Jakarta, terdapat
dua hal yang menjadi focus
program yakni pemberdayaan ekonomi perempuan purna migran dan juga
advokasi kebijakan terkait perlidungan pekerja migran di Kabupaten Lembata.
Karena itu, Balawala mengharapkan agar peserta
yang hadir mewakili komunitas maupun pemerintah desa di masing-masing wilayah
Desbumi untuk lebih aktif mengikuti
kegiatan agar apa yang didapatkan menjadi bekal dalam melakukan advokasi
kebijakan ke depannya.
“ Lembata
saat ini sudah memiliki Perda 20 Tahun 2015 tentang Perlindungan PMI Asal
Kabupaten Lembata. Namun demikian, Perda yang diperjuangkan saat ini masih
merujuk pada UU 39 Tahun 2004. Sementara saat ini UU 39 Tahun 2004 sudah
diamandemen dan diganti dengan UU 18/2017 , karena itu kita punya pekjerjaan
rumah untuk mendorong agar Perda 20 tahun 2015 direvisi Kembali dengan semangat
Undang-Undang 18 tahun 2017,” kata Balawala.
Sementara
itu, Piter Bala Wukak yang tampil
memfasilitasi kegiatan ini lebih banyak mengeksplor pengalaman lapangan ketika
mengadvokasi sejumlah kasus, baik semasa
mahasiswa di Makasar maupun ketika mengadvokasi berbagai masalah di Kabupaten
Lembata seperti rencana tambang emas pada masa kepemimpinan Bupati Andreas Duli
Manuk.
Piter
mengatakan, biasanya terdapat kebijakan yang lahir dari sebuah masalah dan juga
kebijakan yang telah ada sebelumnya namun
kebijakan tersebut tidak berpihak
pada masyarakat sehingga perlu diadvokasi.
Di Lembata misalnya setiap anak yang
lahir dalam kondisi stunting menjadi kegelisahan bersama dan karena itu bisa diadvokasi.
Piter
berharap agar setelah dari kegiatan
ini, peserta bisa mendampingi masyarakat
untuk melakukan advokasi di tingkat desa terkait isu pekerja migran atau
masalah lain yang dihadapi masyarakat. “Jadi
jangan bermimpi yang tinggi-tinggi dulu untuk melakukan advokasi di tingkat
kabupaten,” paparnya.
Menjawab
pertanyaan peserta, Daminaus Lelangonen soal
tantangan melakukan advokasi bila masalah yang diadvokasi itu berhadapan
dengan pengaruh besar di belakang layar,
Piter mengatakan mengadvokasi suatu kasus harus
berjaringan dengan banyak stakeholder yang memberikan dukungan.
Untuk
membantu peserta memahmi Advokasi Kebijakan,
Saverrapal Corvandus Sakeng dari
YKS menganalogikan advokasi kebijakan ibarat seorang pemuda yang jatuh cinta pada seorang
gadis dan berupaya untuk menjadikannya sebegai isteri. Awalnya pemuda itu tentu
saja mengirim salam atau surat melalui orang lain kepada gadis yang disukai pemuda bersangkutan. Dia tentu
melakukan loby-loby agar orang yang dipercayakan membawa pesan bisa menyampaikan
gadis yang dinaksir agar mau dengan pemuda bersangkutan. Begitu halnya dengan
melakukan advokasi kebijakan dibutuhkan strategi tertentu agar apa yang
diperjuangkan tercapai.
Untuk
diketahui kegiatan ini merupakan Kerjasama YKS dan Migrant Care Jakarta dibawah payung Program INKLUSI. Program INKLUSI sendiri merupakan program kemitraan Australia dan
Indonesia dalam memberdayakan masyarakat menuju masyarakat inklusif. (Floresty)
0 Komentar