(Catatan hari pertama kegiatan pembinaan keluarga Katolik)
Bertempat di Pakons Prime Hotel – Kota Tangerang,
dilaksanakan pembinaan keluarga Katolik. Peserta yang hadir dalam kegiatan
pembinaan keluarga Katolik berjumlah 50 orang. Kegiatan pembinaan keluarga
Katolik berlangsung selama dua hari, yakni pada Jumat, 23 Juni – Sabtu, 24 Juni
2023. Para peserta yang hadir merupakan
utusan dari 16 paroki yang tersebar di wilayah Provinsi Banten. Kegiatan ini bertujuan
untuk menyegarkan kembali komitmen perkawinan yang telah dibangun saat mulai
membangun rumah tangga.
Menurut Paulus Agustinus Wahyu Pangga
Puar, ketua panitia kegiatan pembinaan keluarga Katolik bahwa latar belakang terselenggaranya
kegiatan pembinaan ini karena memandang
penting keluarga sebagai basis utama dalam menyokong kehidupan menggereja. Lebih
jauh, Pangga, dalam laporan kepanitiaannya, memandang bahwa keluarga adalah “Gereja
Rumah Tangga” (Ecclesia Domestica) yang terus membangun komitmen bersama
pasangannya.
Acara pembinaan keluarga Katolik bahagia
ini dibuka secara resmi oleh Bapak Osner Purba, S.Ag.M.Si, mewakili Bapak
Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Banten. Di hadapan para peserta yang hadir, Bapak
Pembimas Katolik Banten mengatakan bahwa mengumpulkan para prodiakon dari dua
keuskupan yang berbeda ini merupakan momentum untuk bersilaturahmi. Bapak
Pembimas Katolik Banten mengharapkan pada peserta, yang juga sebagai prodiakon yang bertugas
melayani umat, terus membangun rasa syukur pada Tuhan yang telah
menganugerahkan berkat-Nya yang melimpah.
Kegiatan ini menghadirkan tiga orang
sebagai narasumber, yakni Romo Yohanes Suradi, Romo Yohanes Suparta dan Ibu M. F.
Endah Lestari. Pada hari pertama kegiatan pembinaan, menghadirkan Romo Yohanes
Suparta, Vikjen Keuskupan Bogor yang mengupas tema: “Perutusan Keluarga Katolik
Dalam Hidup Menggereja.” Mengawali pemaparan materi, Romo Suparta melontarkan
sebuah pertanyaan yang menggugah kesadaran para peserta yang hadir. “Apa tujuan
perkawinan Katolik?” tanya Romo Suparta penuh ingin tahu.
Pertanyaan yang diajukan oleh Romo
Vikjen sebagai pembuka pintu kesadaran para peserta yang telah lama membangun
rumah tangga. “Nemo dat quod non habet,” (tak seorang pun mampu memberikan hal
yang tak dia miliki). Dalam perkawinan, ada nilai pengorbanan diri terhadap
pasangannya. Menurut Romo asal Klaten itu, bahwa pemahaman yang tepat tentang
perkawinan akan direalisasikan dengan
baik. Apa yang kita pahami secara baik akan menentukan arah panggilan keluarga Kristiani.
Keluarga memainkan peranan penting.
Romo Vikjen menceritakan pengalaman masa kecil dalam keluarganya yang kurang mendapat
apresiasi dari kedua orang tuanya. Walaupun semasa kecil, beliau mendapatkan
ranking di kelas, namun tidak mendapatkan pujian dari orang tuanya. Menurutnya,
pujian bagi anak yang berprestasi dalam keluarga, bisa menumbuhkan kepercayaan
diri. Keluarga adalah tempat paling ideal bagi tumbuh-kembangnya seorang anak.
Keluarga adalah sekolah kemanusiaan.***(Valery Kopong)
0 Komentar