Unordered List

6/recent/ticker-posts

Jejak Kaki Sang Gembala

(Sumber Inspirasi: Matius 13: 18-23) 

Karya Yesus di dunia hanya berlangsung tiga tahun, sebelum Ia dihukum mati pada usia 33 tahun, namun Sabda dan warta tentang Kristus tak pernah surut. Sabda-Nya tak pernah lekang oleh waktu, namun terus dihidupkan oleh para pengikut-Nya. Sabda dan karya Yesus terus membumi agar cinta kasih itu bersemi di dunia yang penuh dengan pelbagai tawaran. Apakah tidak ada tantangan yang berarti dalam mewartakan Sabda, baik dilakukan oleh kaum Klerus maupun awam? Pertanyaan ini penting untuk dilontarkan sebagai upaya untuk menggeluti makna perumpamaan tentang penabur. 

Perumpamaan yang diperdengarkan oleh Yesus ini mengisahkan penabur dan benih yang jatuh pada tiga bagian tanah yang tidak menghasilkan. Membaca teks Injil ini melahirkan pertanyaan baru. Mengapa benih yang akan ditanam itu tidak disemai terlebih dahulu? Para petani Galilea tidak menabur benih di tempat penyemaian terlebih dahulu sebelum memindahkan bibit itu ke ladang, tetapi langsung menaburkan benih dari tangannya ke ladang. Cara yang dilakukan petani ini memberi peluang pada benih itu untuk jatuh pada tempat yang tidak subur. 

          Cara kerja petani yang menaburkan benih pada tanah yang tidak produktif ini memberikan inspirasi pada Yesus untuk mengangkatnya sebagai perumpamaan yang memiliki kekayaan nilai agar para pendengar bisa memahami konsekuensi si penabur dan kegagalan benih yang tumbuh pada tanah yang tidak tepat. Tanah, tempat benih itu jatuh menjadi penentu, apakah proses pertumbuhan itu mengalami kegagalan ataukah keberhasilan. “Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." Urutan angka 30, 60 dan 100 menggambarkan pemahaman penginjil Matius yang tidak lagi berbicara tentang panen yang semakin berlimpah di saat penyelesaian Kerajaan, tetapi tentang ukuran keberhasilan yang berbeda-beda bagi masing-masing orang yang mendengar dan mengerti firman.

          Kisah perumpamaan ini menggambarkan betapa sulitnya menjadi pewarta Sabda. Banyak tantangan yang harus dilalui oleh seorang pewarta, menolak kehadiran sang pewarta ataukah benih Sabda yang diwartakan itu tidak meresap dalam hati orang-orang yang menerima Sabda itu. “Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad.” Penggalan teks ini menunjukkan kerapuhan dan ketakberdayaan benih itu tumbuh dan bertahan karena masih banyak perampok dengan tindakan represif mematikan benih Sabda yang telah diterima itu.

          Menjadi pewarta Sabda  berarti bersedia untuk menanam dan menyebar benih Sabda itu ke segala penjuru dunia. Proses pewartaan yang dilalui ini melalui tindakan manusiawi dan akan diperkuat oleh peranan Roh Kudus. Seperti petani yang harus memilih benih yang terbaik untuk ditanam, namun sebelum ditanam, ia harus menyediakan lahan yang baik agar benih itu tumbuh dengan subur dan menghasilkan buah. Pupuk yang paling baik untuk menyuburkan tanaman tidak hanya pupuk kompos ataupun urea  tetapi pupuk yang baik bagi tumbuhnya benih adalah  “jejak kaki sang petani.” Artinya bahwa merawat benih itu sampai tumbuh dan mengakar, harus butuh proses panjang dan penuh telaten. Benih Sabda yang sudah disebarkan pada hati manusia yang terbuka terus dirawat melalui kunjungan pastoral sang gembala terus menerus. Jejak kaki sang gembala di tengah kawanan domba menjadi bukti bahwa iman itu perlu dirawat agar tumbuh dan mengakar pada Sang Sabda.***(Valery Kopong

Posting Komentar

0 Komentar