Oleh: Ferdy Hasiman
Peneliti Alpha Research Database, Indonesia
Pada Juni 2020 silam, Menteri BUMN, Erick Thohir
melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telah mengangkat kembali Nicke
Widyawati menjadi nahkoda (Direktur Utama/Dirut) Pertamina. Pertamina adalah
tulang punggung negara untuk mengamankan energi nasional. Jika kinerja
Pertamina jatuh, daya tahan energi nasional pun
ikut jatuh. Pertamina menguasai bisnis hulu migas sampai hilir. Di hulu,
Pertamina memiliki tugas memproduksi migas dan dihilir bertugas mengolah minyak
mentah menjadi bensin, solar, diesel dan mendistribusi BBM ke seluruh tanah
air. Maka, tanggung jawab menjadi Dirut Pertamina berat.
Direktur Utama Pertamina wajib memikirkan secara
serius bagaimana mengamankan produksi minyak nasional. Secara alamiah, produksi
minyak dan gas nasional memang terus turun di bawah 700.000 barrel oil per day.
Namun, Dirut Pertamina di bawah Nicke tetap mencari terobosan berani
mempertahankan produksi minyak. Sebagai buktinya, tahun 2022, di bawah
kepemimpinan Nicke, Pertamina tetap mempertahankan produksi migas subholding
upstream mencapai 1,018 juta barel ekuivalen minyak per hari (mboepd) dengan
rincian produksi minyak sebesar 566 ribu barel per hari dan gas 2.600 juta
standar kaki kubik per hari (MMscfd) dan mencatat laba tertinggi sepanjang
sejarah mencapai Rp 56 triliun. Ini tentu pencapaian luar biasa yang harus kita
apresiasi.
Apalagi selama masa pemerintahan Jokowi, Pertamina
telah diberi keistimewaan khusus untuk mendapat hak kelolah blok migas
potensial, Blok Mahakam (Kalimantan Timur) dari Total E&P ke Pertamina
tahun 2015 dan terakhir tahun 2019, Pertamina mendapat tugas mengolah Blok
Rokan, blok migas terbesar dengan produksi minyak di atas 150.000 BOPD dari
Chevron Pacific Indonesia. Nicke sebagai Direktur Utama mampu menjawab keraguan
publik selama ini bahwa jika Pertamina diberikan tanggung jawab mengolah blok
migas potensial, mereka akan mengerjakan dengan serius demi ketahanan energi
nasional. Pertanyaan yang perlu dijawab
adalah, seperti apa transformasi Pertamina sekarang ini?
Transformasi Hulu-Hilir
Transformasi
adalah langkah strategis untuk beradaptasi dengan perubahan bisnis ke depan.
Transformasi penting agar bergerak lebih
lincah dan lebih cepat, serta fokus untuk pengembangan bisnis yang lebih luas
dan agresif. Pertamina saat ini
melakukan transformasi seluruh lini bisnisnya dari hulu sampai hilir. Di hulu,
Pertamina mengolah 65 blok migas dan 27.000 sumur migas. Ini membutuhkan
treatment luar biasa agar semua blok migas dan ribuan sumur migas bisa
mempertahankan atau meningkatkan produksi migas dengan baik. Transformasi
digital yang dilakukan manajemen baru Pertamina adalah langkah inovatif yang
perlu diapresaisi. Dengan proses digitalisasi semua proses bisnis termonotor
dengan baik dan efekti dan hasilnya lebih efisien yang bermuara pada
peningkatan produksi migas.
Di hilir, tugas Pertamina tak mudah, selain
membangun kilang dan meremajakan kilang, Pertamina juga bertugas
mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM) ke seluruh pelosok nusantara secara
adil dan merata. Digitalisasi yang dilakukan manajemen Pertamina juga mampu
membuat kerja di hilir terutama dalam pendistribusian BBM berjalan dengan baik.
Dengan digitalisasi, operasi meningkat, produksi dan lifting Pertamina meningkat 15 persen,
produksi migas nasional pertamina naik 8 persen dan produksi di kilang meningkat
6 persen. Volume BBM yang dijual per tahun 100 juta KL. Pertamina sukses
membuat kebijakan BBM satu harga di Papua dan wilayah-wilayah terluar dan
pencapaian hampir 100 persen. Ini semua adalah tugas pelayanan Pertamina.
Pertamina ditugaskan oleh kostitusi bukan hanya mencari laba, tetapi juga
bertugas Public Service Obligation (PSO) atau pelayanan masyarakat melalui
pendistribusian LPG 3 Kg dan BBM.
Hanya
memang catatan bagi rakyat Indonesia adalah perlu ada kesadaran untuk membeli
BBM di SPBU-SPBU milik Pertamina yang tersebar di seluruh negeri ini. Sekarang
bisnis SPBU bukan hanya dimonopoli Pertamina, tetapi juga perusahaan-perusahaan
asing, seperti Shell (Belanda) dan British Proteleum atau biasa dikenal BP plc.
Di Indonesia, Shell memiliki sekitar 170 SPBU yang tersebar di Jabodetabek,
Jatim, Sumatera Utara, dan Bandung. bp menyediakan bahan bakar untuk kendaraan,
pelumas mesin, energi untuk panas dan penerangan, dan lainnya. Jadi, jika kita
tidak terbiasa membeli bensin, solar dan BBM lainnya di SPBU milik Pertamina,
sama halnya kita membiarkan perusahaan negara ini tidak berkembang.
Dari
segi kualitas dan pelayanan, produk-produk BBM Pertamina sudah memiliki standar
aman yang dipakai perusahaan-perusahaan migas global. Maka, sangat penting bagi
seluruh rakyat Indonesia berbodong-bondong membeli BBM di SPBU Pertamina. Di
bawah kepemimpinan nicke, pelayanan Pertamina mengalami perkembangan luar biasa
mengikuti trend dunia di jaman yang semakin terdigitalisasi. MyPERTAMINA
misalnya, aplikasi yang mempermudah masyarakat membeli BBM.
Defisit neraca perdagangan akibat impor Bahan Bakar
Minyak (BBM) juga menjadi faktor pemicu. Kegagalan membangun dan meremajakan
kilang pengolahan, seperti peremajaan kilang Cilacap dan Kilang Balongan juga
menjadi alasan mengapa defisit neraca perdagangan melebar. Presiden Jokowi
sudah berulang-ulang berbicara ke publik bahwa pembangunan kilang penting untuk
mengurangi impor migas yang membuat neraca perdagangan kita terpukukul.
Nicke menjawab tantangan itu. Dibantu Komisaris Utama,
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan komisaris kompeten lainnya, Nicke sukses
melanjutkan pembangunan kilang Tuban (Jawa Timur) bersama mitra Rusia, Rosneft
Oil Company untuk memproduksi gasoline 14 juta liter per hari dan produksi
diesel 16 juta liter per hari. Nicke juga telah memutuskan melanjutkan
peremajaan kilang Cilacap untuk menghasilkan BBM sebesar 18.600 barel per hari
dan menekan impor Pertamax sebesar 600.000 per bulan.
Digitalisasi
yang terintegrasi dari hulu ke hilir menjadi salah satu kunci keberhasilan
Pertamina dalam mengendalikan produksi dan distribusi BBM, serta peningkatan
kualitas layanan kepada masyarakat. Melalui Integrated Commands Centre, seluruh
aktifitas operasional dapat dimonitor secara online dan real
time. Penggunaan aplikasi MyPERTAMINA untuk cashless payment semakin meningkat, dan saat ini sudah mencapai
lebih dari 22 juta pengguna.
Pertamina
juga sudah siap berseluncur dalam energi transisi. Transisi energi memiliki gaung besar setelah
negara-negara maju mendorong penggunaan energi bersih baik untuk transportasi
maupun kelistrikan. Selain itu, KTT Glasgow tahun 2021 juga mendorong dunia
menuju transisi energi. Ini berimplikasi pada pengurangan energi karbon dan
fosil di sektor otomotif dan kelistrikan nasional. Penggunaan batubara di
sektor kelistrikan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia
memang masih sangat besar. Selama bertahun-tahun, komposisi kelistrikan
nasional masih didominasi batubara sekitar 55 persen, Gas dan minyak (30
persen) dan energi baru terbarukan baru sekitar 12 persen. Dengan perubahan
paradigma tersebut, Pertamina telah merespons dengan baik soal itu.
Pertamina
sebagai Badan Usaha Milik Negara yang diamanatkan mengelola energi nasional
berkomitmen untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam mengurangi emisi karbon
untuk menjaga kenaikan suhu global dengan menaikkan target Enhanced
Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32 persen atau
setara dengan 912 juta ton CO2 pada 2030. Sebelumnya, Indonesia menargetkan
pengurangan emisi karbon 29 persen atau setara dengan 835 juta ton CO2. Untuk
mewujudkan peran strategis tersebut, Pertamina menerapkan pilar transisi
energi, di antaranya mengembangkan bioenergi, geothermal, hydrogen, EV battery
& dan ammonia.
Program
bionergi diterapkan Pertamina melalu program biodiesel. Dalam berbagai pidato
kenegaraan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulangkali menyampaikan, pemerintah
sedang membangunan kemandirian energi dengan mengembangkan energi biofuel (minyak sawit) B20 dan B30
menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pertamina sudah menerapkan kebijakan
biodiesel tersebut. Setelah sukses menerapkan kebijakan penggunaan biodiesel
berupa acid methyl ester (FAME) dari
minyak sawit 20 persen dan 80 persen minyak diesel (B20), mulai awal januari
2020, pemerintah meningkatkan penggunaan biodiesel 30 persen dan minyak diesel
70 persen (B30). Jika diimplementasikan dengan baik, maka secara bertahap akan
ditingkatkan menjadi B50. Penggunaan
minyak diesel kemudian menjadi lebih kecil dan menghemat anggaran negara
sebesar Rp 110 trilun ( produksi B30 9.5 juta kilo liter).
Sementara
untuk goetermal, Pertamina melalui subholdingnya, PT Pertamina Geothermal
Energy Tbk (PGE), gencar mengelola 15 wilayah kerja yang tersebar di seantero
Indonesia dengan kapasitas 1877 MW.
Sampai tahun 2022, PGE berkontribusi kepada 80 persen kapasitas energi
panas bumi terpasang di Indonesia.
Di
kendaraan listrik, Pertamina bersama PLN, MIND ID dan PT Aneka Tambang Tbk
telah membentuk Indonesia
Corporation (IBC). IBC adalah perusahaan patungan (joint venture) antara Pertamina (Persero), PLN (Persero), MIND ID
dan ANTM. ANTM memiliki banyak konsensi nikel di hulu diharapkan menjadi
pemasok nikel kelas 1 ke smelter untuk pengembangan nickle sulfate milik IBC. MIND ID dan ANTM juga memiliki pengalaman
pembangunan smelter. ANTM dan MIND ID diharapkan dapat menambah kapasitas
produksi untuk pengolaha nickle sulfate
agar proses pengembangan ekosistem baterai mobil listrik berjalan lancar.
Sementara PLN dan Pertamina dapat bergerak di hilir. PLN bisa menyediakan
jaringan listrik, jaringan storage.
Pasokan listrik ke smelter milik IBC diharapkan menggunakan energi ramah
lingkungan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau PLTA agar
mendukung program transisi energi. Sementara, Pertamina bukan hanya menyediakan
charge untuk pengisian baterai,
tetapi SPBU untuk kendaraan listrik. Pertamina memiliki
jaringan suplai dan distribusi yang sangat luas di Indonesia. Ini menjadi modal
awal dalam melakukan transisi pembangunan infrastruktur battery swapping maupun charging
agar para pengguna kendaraan listrik mudah dalam melakukan pengisian ulang
daya untuk kendaraannya.
Pengembangan menuju transisi energi bagi Pertamina ini
penting dengan menimbang tiga hal. Pertama,
energi alternatif. Biodiesel, geothermal, kendaraan listrik ataupun amonia
menjadi energi baru terbarukan dan ramah lingkungan. Semua negara membutuhkan
energi baru terbarukan (renewable
energy), karena energi Fosil berkurang, sementara konsumsi energi terus
meningkat. Maka, diperlukan energi bersih dan ramah lingkungan. Sawit,
geothermal, baterai mobil listrik dan amonia merupakan renewable energy, karena umurnya sangat Panjang (endless resource). Kedua, mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Produksi minyak
nasional terus menurun seiring eksplorasi lapangan minyak sejak jaman Orde
Baru-sekarang. Lapangan-lapangan minyak kita sudah tua dan sulit menaikan
produksi. Jika ingin menaikan produksi, Pertamina harus mencari ke laut dalam (depth water) atau ekspansi ke luar
negeri dengan biaya investasi besar. Penurunan produksi minyak berdampak pada
peningkatan impor Bahan Bakar Minyak (BBM), seperti bensin, solar dan diesel.
Ini pemicu defisit neraca perdagangan. Ketiga,
dekarbonisasi.
Ini adalah cara untuk kita mewujudkan net zero emission dengan beberapa sumber
daya yang dimiliki Indonesia, tentunya didukung dengan teknologi yang canggih.
Pertamina telah berkomitmen mengurangi emisi melalui kinerja Environment, Sustainability, Governance (ESG).
Pertamina berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 31,06 persen pada 2022
serta mendapatkan peringkat kedua dalam performa keberlanjutan perusahaan
minyak dan gas bumi terintegrasi dengan skor 22,1.
Kerja
menuju transisi energi ini menunjukan bahwa Pertamina sangat terbuka dengan
peluang yang tersedia untuk mewujudkan net
zero emission dengan tetap menjaga ketahanan energi dengan prinsip availability, accessibility, dan affordability untuk seluruh masyarakat
Indonesia.
Proposal
Ke Depan
Dengan
pengolahan blok migas besar, ribuan sumur, kilang, jutaan SPBU dan lainnya,
Pertamina dituntut berbisnis efektif, efisien, transparan Pertamina harus tetap
beradaptasi dengan dunia bisnis yang semakin modern. Selain itu, Pertamina
harus mampu terus menghasilkan laba agar penerimaan negara meningkat. Jika
semua BUMN memiliki laba seperti Pertamina, negara ini tak perlu berutang untuk
membangun infrastruktur dari desa-desa dan pelosok-pelosok.
Maka,
Pertamina di bawah Nicke ke depan harus tetap solid dan berkolaborasi dengan
baik. Dirut harus memiliki budaya manajemen yang baik. Pekerjanya juga harus berkolaborasi
dalam membangun perusahaan yang sehat dan kuat. Setiap transformasi badan usaha
harus didukung dengan transformasi dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM). Dirut Pertamina harus benar-benar cekat melakukan
reformasi menyeluruh internal Pertamina. Reformasi ini perlu ditopang Komisaris
Utama berani, seperti Ahok. Ahok sebagai wakil pemerintah di Pertamina perlu
menyokong kerja direksi melakukan reformasi internal. Komisaris perlu membuat
kerja Direksi Pertamina lebih nyaman mengolah bisnis hulu-hilir.
Dengan cara itu, Pertamina memulai merintis tata kelolah perusahaan yang
professional.
0 Komentar