Unordered List

6/recent/ticker-posts

Kesempurnaan Hidup

 

(Sumber inspirasi: Matius 19:16-22)

Kesempurnaan hidup tidak ditentukan oleh gelimangnya harta. Kepemilikan harta tidak menjadi jaminan untuk kehidupan kekal. Injil hari ini berbicara tentang kesempurnaan hidup yang akan dicapai oleh seseorang. Dalam dialog dengan Yesus, seseorang berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Perbuatan baik juga belum tentu menjamin kesempurnaan hidup, namun perlu juga mengosongkan diri dengan menjual harta kekayaan yang dimiliki agar tidak ada lagi kelekatan dengan hal-hal duniawi.

Yesus menekankan keseimbangan hidup untuk meraih kesempurnaan hidup surgawi. Belajar dari pengalaman hidup pada Injil hari ini, mengingatkan kita bahwa esensi hidup sesungguhnya, ada pengorbanan diri untuk orang lain. "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Menjadi pengikut Kristus harus bersedia lepas-bebas, bebas dari kelekatan duniawi karena materi telah banyak memberikan jaminan duniawi dan orang lupa akan jaminan hidup kekal.

          Orang-orang miskin menjadi pusat perhatian Yesus. Mereka harus diberi porsi perhatian karena kebaikan yang diterima oleh orang miskin menjadi jaminan si pemberi untuk meraih kesempurnaan hidup kekal. Mengapa orang miskin menjadi prioritas perhatian Yesus? Pertanyaan ini muncul, berangkat dari pengalaman keberpihakkan Yesus saat mewartakan Kerajaan Allah. Warta Yesus memberikan kabar suka cita yang menggembirakan sekaligus membebaskan mereka dari tekanan sosial. Kabar suka cita menjadi  milik paling berharga bagi kaum miskin karena hanya dengan menerima kabar suka cita dari Yesus, mereka boleh mengalami kebahagiaan.

Hari ini, Gereja merayakan peringatan wajib Santo Pius X. Guiseppe Melchiore Sarto-demikian nama Paus Pius X-lahir di Reise, Treviso, Italia pada tanggal 2 Juni 1835. Anak kedua dari 10 bersauadara ini lahir dalam suasana kemiskinan sebuah keluarga petani sederhana. Pendidikan dasar ditempuhnya di Reise dan Castelfranco, Italia. Pada tahun 1858, ia menempuh pendidikan imam di Seminari Padua, Italia hingga ditabhiskan menjadi imam pada tanggal 18 September 1858. Pengalaman kemiskinan yang dialami oleh Santo Pius X di saat awal kehidupannya, tidak membuatnya untuk tertekan, namun justeru kemiskinan yang dialami menjadi daya dorong untuk menjawabi panggilan Tuhan dan menjadi imam-Nya.***(Valery Kopong)

 

Posting Komentar

0 Komentar