(Sumber inspirasi: Matius 19:16-22)
Kesempurnaan hidup tidak ditentukan oleh
gelimangnya harta. Kepemilikan harta tidak menjadi jaminan untuk kehidupan
kekal. Injil hari ini berbicara tentang kesempurnaan hidup yang akan dicapai
oleh seseorang. Dalam dialog dengan Yesus, seseorang berkata: "Guru,
perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal?" Perbuatan baik juga belum tentu menjamin kesempurnaan hidup, namun
perlu juga mengosongkan diri dengan menjual harta kekayaan yang dimiliki agar tidak
ada lagi kelekatan dengan hal-hal duniawi.
Yesus menekankan keseimbangan hidup untuk
meraih kesempurnaan hidup surgawi. Belajar dari pengalaman hidup pada Injil
hari ini, mengingatkan kita bahwa esensi hidup sesungguhnya, ada pengorbanan
diri untuk orang lain. "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah
segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan
beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Menjadi
pengikut Kristus harus bersedia lepas-bebas, bebas dari kelekatan duniawi
karena materi telah banyak memberikan jaminan duniawi dan orang lupa akan
jaminan hidup kekal.
Orang-orang miskin menjadi pusat
perhatian Yesus. Mereka harus diberi porsi perhatian karena kebaikan yang
diterima oleh orang miskin menjadi jaminan si pemberi untuk meraih kesempurnaan
hidup kekal. Mengapa orang miskin menjadi prioritas perhatian Yesus? Pertanyaan
ini muncul, berangkat dari pengalaman keberpihakkan Yesus saat mewartakan
Kerajaan Allah. Warta Yesus memberikan kabar suka cita yang menggembirakan
sekaligus membebaskan mereka dari tekanan sosial. Kabar suka cita menjadi milik paling berharga bagi kaum miskin karena
hanya dengan menerima kabar suka cita dari Yesus, mereka boleh mengalami
kebahagiaan.
Hari ini, Gereja merayakan peringatan wajib
Santo Pius X. Guiseppe Melchiore Sarto-demikian nama Paus Pius X-lahir di
Reise, Treviso, Italia pada tanggal 2 Juni 1835. Anak kedua dari 10 bersauadara
ini lahir dalam suasana kemiskinan sebuah keluarga petani sederhana. Pendidikan
dasar ditempuhnya di Reise dan Castelfranco, Italia. Pada tahun 1858, ia
menempuh pendidikan imam di Seminari Padua, Italia hingga ditabhiskan menjadi
imam pada tanggal 18 September 1858. Pengalaman kemiskinan yang dialami oleh
Santo Pius X di saat awal kehidupannya, tidak membuatnya untuk tertekan, namun
justeru kemiskinan yang dialami menjadi daya dorong untuk menjawabi panggilan Tuhan
dan menjadi imam-Nya.***(Valery Kopong)
0 Komentar