(Sumber Inspirasi: Lukas 8:1-3)
Bulan Agustus 2023 yang lalu, saya
berkesempatan mengunjungi salah satu biara suster Hati Kudus yang terletak di
Balaraja – Tangerang, Provinsi Banten. Letak biara ini di perumahan dan
berdampingan dengan rumah-rumah warga lain. Keberadaan komunitas suster Hati
Kudus ini memberikan suatu “angin segar” bagi kelompok masyarakat yang umumnya
beragama Islam. Relasi mereka dengan warga sekitar sangat baik dan
suster-suster turut berandil dalam memberdayakan kaum perempuan melalui aksi
nyata. Suster Scholastika bercerita bahwa saat ini beliau sedang melatih
kelompok ibu-ibu di salah satu kampung di Tangerang tentang bagaimana membuat
batik. Kampung itu dipersiapkan sebagai “kampung batik” yang akan dilaunching
dalam waktu dekat ini.
Mendengar cerita ini sangat menarik karena keterlibatan
langsung suster-suster Hati Kudus untuk melatih dan menebarkan kebaikan pada
orang-orang sekitar. Para suster yang hidup dalam biara tetapi bukan
membentengi diri dari masyarakat namun menghidupkan relasi dengan perjumpaan
dan bertindak secara produktif. Relasi yang dirawat baik itu berbuah kebaikan,
terutama mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat industri yang rentan dari
terpaan gelombang pemutusan hubungan kerja.
Membaca realita yang dihidupkan oleh
suster-suster Hati Kudus dan memperhadapkan dengan kisah perjalanan hidup Yesus
sambil berbuat baik, ada nuansa cinta kasih ditorehkan pada setiap jejak
langkah mereka. “... Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari
desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya
bersama-sama dengan Dia,” Cara Yesus mewartakan Kerajaan Allah dengan
mengajar menggunakan perumpamaan yang penuh simbolik agar menggiring kesadaran
pendengar untuk memahami apa makna sesungguhnya kerajaan Allah itu. Tak hanya
berhenti pada pengajaran saja tetapi Yesus menegaskan apa yang diomongkan itu
dengan tindakan nyata yang menyelamatkan.
Dukungan kaum perempuan seperti yang dikisahkan dalam Injil hari ini
merupakan cara sederhana untuk “membumikan Kerajaan Allah.” Kekayaan yang
dimiliki oleh perempuan-perempuan itu digunakan untuk membantu karya pewartaan.
Karena itu kekayaan yang dimiliki itu menjadi berarti bila digunakan untuk
menyokong karya pastoral dan memberikan dampak positif pada banyak orang. Kaum
perempuan menjadi kelompok pendukung karya pewartaan dengan kekayaan yang
mereka miliki. Mereka tidak pelit untuk berbagi kekayaan. Kekayaan yang mereka
miliki merupakan titipan Allah untuk sementara dan karena itu jauh lebih
berarti digunakan untuk menyokong karya pewartaan Yesus.
Kekayaan yang disumbangkan untuk
kepentingan karya pewartaan, tidak hanya berupa uang dan materi. Namun kekayaan
juga menyangkut kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh seorang pewarta.
Seperti pada suster Hati Kudus, mereka tidak memiliki uang untuk bisa
menjangkau kelompok ibu-ibu dalam upaya pemberdayaan ekonomi. Mereka hanya
memiliki kemampuan, seperti membatik dan juga cara mengolah keripik yang bisa
ditularkan pada kelompok dampingan. Mereka berjalan berkeliling dari satu desa
ke desa lain untuk membumikan Kerajaan Allah, kerajaan yang berpihak pada
mereka yang lemah dan tersingkir. Hanya tiga tahun Yesus berkarya di dunia ini
namun warta tentang Kerajaan Allah terus dirawat oleh Gereja sampai pada akhir
kesudahan hidup ini. Dukungan finansial juga menjadi penting dalam menghidupkan
karya pewartaan ini. “Seandainya kita merasa terpanggil untuk mendukung
pekerjaan Tuhan lewat dukungan keuangan, lakukanlah dengan setia dan penuh
kerelaan, seperti dilakukan Yohana, Susana, dan para perempuan lain”.***(Valery Kopong)
0 Komentar