BEKERJA dengan modal kesetiaan. Mungkin itu pernyataan yang paling tepat ditujukan kepada Simon Boro Raga ( 54 tahun). Ia bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Bukan modal yang berupa materi tapi modal yang ia miliki adalah kesetiaan kepada pekerjaan yang dijalankan. Simon dilahirkan sebagai anak keempat dari lima bersaudara, di Weranggere, Witihama,Adonara,Flores,Nusa Tenggara Timur (NTT). Ayahnya meninggal dunia ketika Simon berusia 6 tahun. Setelah itu ibunya yang penuh kesetiaan membesarkan bersama empat saudara lainnya.
Ibundanya meninggal dunia karena usianya yang telah tua, tahun 2009 ketika Simon bekerja di Purwakarta, Jawa Barat. Saat ditanya mengenai pekerjaan yang dilakukannya, pria yang senang bercanda ini tidak merasa malu mengisahkan tentang pengalaman pekerjaannya.
Simon bekerja dari perusahaan kecil sampai besar. Dari pekerjaan pertama dan sampai dengan saat ini Simon sebagai satuan pengaman (satpam) di perusahaan bonafit dengan aneka produksi. Hingga tahun 2023 Simon bekerja sebagai sekuriti di Nippon Paint, sebuah pabrik cat milik Jepang yang terletak di Jalan raya Subang, Campaka,Kabupaten Subang,Jawa Barat. Pabrik ini memiliki kantor pusat di kawasan Ancol, Jakarta. Tiga bulan lalu Simon telah memasuki pensiun dan berhenti dari pekerjaan itu.
Bekerja
Setelah tamat SMP Witihama (1986) Simon melanjutkan SMAN Larantuka yang terletak di pusat pemerintahan kabupaten Flores Timur. Di sekolah ini ia melanjutkan studi tingkat SMA dengan penuh kesadaran bahwa ia suatu ketika ia bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan seperti banyak orang mengharapkannya. Khusus tentang pacaran di SMA, Simon merasa ia tidak berani, lalu ada kemungkinan waktu itu merasa minder atau kurang percaya diri. “Waktu itu memang ada rasa minder atau kurang percaya diri,’’ kisahnya.
Setelah tamat dari SMA, Simon mengaku ada keberanian untuk melakukan pendekatan dengan wanita yang kelak jadi pendamping hidup. Meski awalnya malu-malu. Setelah merampungkan pendidikan SMA Simon yang memiliki semangat untuk merantau ia pergi Makassar, mengikuti keluarga ibunya. Dengan modal ijazah itu Simon mencari ,mendapatkan kerja dan bekerja selama setahun di satu pabrik di kota Angin Mamiri itu.
‘’Waktu di Makassar sempat bekerja selama setahun.Tapi saya merasa semangat tidak ada,maklum karena waktu itu masih muda, baru keluar sekolah (SMA) jadi masih istilah lompat sana,lompat sini. Saya pun terbuai dengan ajakan merantau ke Jakarta,’’ lanjutnya. Simon sungguh -sungguh menyadari tidak selamanya di Jakarta itu belum tentu ‘surga’ bagi siapapun termasuk perantau seperti dirinya. Di daerah ini Simon mulai merintis pekerjaannya sebagai satpam.
‘’Awal di Jakarta bekerja di pelelangan ikan di Jakarta Utara ( 1990 - 1994 ), selanjutnya di pabrik benang selama setahun. Selanjutnya saya sempat menjadi petugas satpam di Gajah Mada Plaza,’’ kisa Simon.
Ketika bekerja di kantor pelelangan ikan, ia bertemu dengan seorang wanita asal Jawa. Keberanian Simon untuk meminangnya tak terbendung, walaupun di sudut hatinya berpikir bagaimana caranya membahagiakan nona Jawa ini dengan ketulusan. Rupanya ketertarikan Simon begitu lama tak membuat hatinya untuk berpindah ke lain hati. “Kendati keluarga pihak gadis yang mau dinikahi tidak menyetujui ia semakin nekat.Alasan karena berbeda keyakinan, Simon Katolik, calon wanita yang akan dinikahi beragama non Katolik. Perbedaan ini yang membuat keluarga besar wanita pujaannya itu tidak hadir pada pemberkatan di gereja Katolik,’’ kisah Simon.
Kesedihan
KISAH perjalanan asmara dengan istri suatu hal yang biasa. Kala itu antara Simon dan Dinda Elviana Triwati (calon istrinya) saling mengenal tak begitu lama, pacaran tidak bertele-tele, akhirnya sepakat untuk menikah secara Katolik di gereja Pluit ,Jakarta Utara. Yang membuat hati Simon sangat sedih, keluarga yang mendampingi istrinya tidak hadir. Mungkin tidak sepakat dengan keinginan istrinya menikah secara Katolik. “Meski tak setuju saya tak membendung niatnya untuk menikah,’’ tambahnya.
Bekerja dari satu tempat ke tempat lain merupakan bagian dari risiko pekerjaan. Setelah melewati pemberkatan nikah di gereja, istrinya memberinya seorang anak namun sayang anaknya yang telah berusia dua tahun itu pergi untuk selamanya. Kesedihan pun membuncah dalam keluarga muda yang dirintisnya.
‘’Sampai dengan awal tahun 2022 saya tetap bekerja sebagai satpam di Nippon Paint dan saya hidup bersama dengan istri, penjual sembako di rumah,’’ urai Simon.
Hidup tak pernah bebas dari tantangan. Setelah bekerja di swalayan Bulak Kapal,atas bantuan adik sepupu istrinya bahwa ada lowongan pekerjaan di Purwakarta, ia mengajukan permohonan menjadi satpam. Kebetulan tempat kerja adik sepupu istrinya itu berdekatan dengan Nippon Paint. Setelah mengajukan lamaran kerja ia diterima dan bekerja sampai pertengahan Juli 2023 . “Meski banyak tantangan saya tetap setia dengan pekerjaan ini’’ kisah Simon.
Ketabahan serta kesabaran menjalani pekerjaan sebagai satpam mengantar Simon melewati berbagai pengalaman. Selain pengalaman pahit ia juga mencicipi kebaikan Tuhan yang ia rasakan hari demi hari. Lagi-lagi ketabahan itu yang mendorongnya membangun sebuah unit rumah tak jauh dari pabrik tempat ia bekerja, bahkan Simon dengan upah kerja yang diterima ia membangun sejumlah rumah kontrakan yang disewakan untuk siapa saja yang membutuhkannya.
‘’ Di dekat rumah saya ada lahan sisa, saya beli kemudian bangun sejumlah kamar lalu saja jadikan sebagai indekost, khusus bagi peminat yang bekerja di pabrik sekitarnya. Kami pernah merasakan pahitnya hidup di kost, jadi ongkos sewa bulanan hanya istri yang mengaturnya,’’ kisah Simon.
Menjelang purna tugas di Nippon Paint Simon komitmen untuk tetap setia dengan pekerjaan sebagai satuan pengaman. Ia mengatakan hidupnya tidak muluk-muluk khususnya dalam hidup berkeluarga. Sambil berharap istrinya yang sedang mengalami sakit segera mendapatkan “mujizat’ kesembuhan.Nazarnya sangat mulai tetap mendampingi istrinya, bahkan mendampingi menjalani pengobatan di Bandung.
Setelah mendampingi dan merawat istrinya tercinta,akhirnya istrinya tercinta menghadap Tuhan pada ,7 Juli 2022.Kini Simon menjalani hidup sendiri. Saat ini pun ia sedang berada di kampung setelah sekian lama meninggalkan kampung halamannya. Meski pun sendiri ia meyakini bahwa banyak teman dan sahabat yang terus memberikan semangat khususnya bagi teman - teman angkatan SMPN Witihama, 1986.**Konradus R Mangu sk Bahy
ket foto;
1,Simon boro raga
2.Dinda Elviana Triwati
0 Komentar