(Sumber Inspirasi: Lukas 12: 1-7)
Seorang
pembuat roti, pasti mengenal ragi yang berperan penting dalam proses pembuatan
roti. Penggunaan ragi yang melebur
dalam adonan dapat membuat adonan roti
mengembang saat proses pemanggangan. Karbondioksida pada ragi yang tercampur
dalam adonan membuat adonan naik sehingga roti berhasil matang sempurna,
mengembang dan bentuknya menjadi lebih besar. Kesempurnaan dan kematangan roti
sangat ditentukan oleh penggunaan ragi yang bercampur lebur dengan adonan.
Apa hubungan ragi dengan Injil pada hari ini? Saat
mengajar, pertama-tama Yesus mengingatkan para murid untuk tetap waspada pada
ragi, yaitu kemunafikan orang farisi. Yesus memberikan “warning” pada para
murid untuk tetap mawas diri dan sebisa mungkin tidak terpengaruh dengan perilaku
munafik orang farisi. Keberadaan kaum
farisi menjadi menarik perhatian Yesus karena pola perilaku mereka
memperlihatkan kemunafikan. Walau demikian, kelompok farisi memiliki peranan
penting dan berpengaruh pada masyarakat luas. Kehadiran mereka (farisi) seperti
ragi yang melebur dengan adonan (baca: masyarakat) dan hasilnya sebagai orang
sombong dan berbusung dada. Seperti roti yang karena ragi yang merasuki adonan
akan menghasilkan roti yang tampilannya menarik tetapi pada sisi tertentu ada ruang
kosong. Di sini bisa terlihat bahwa ragi telah membentuk kematangan dan
membentuk model roti yang menarik, namun di dalamnya ada ruang hampa tak
terisi.
Cara kerja ragi butuh waktu dan proses telaten. Seperti
ragi, orang farisi pun memberikan pengaruh negatif pada masyarakat, yang
jika dibiarkan maka akan mempengaruhi kehidupan masyarakat umum dan mereka akan
bertindak pura-pura di depan ruang publik. Orang-orang farisi berpura-pura
untuk berdoa di tempat-tempat umum sebagai cara untuk memperlihatkan kesalehan
sosial tetapi nyatanya penuh dengan kebusukan. Tindakan orang-orang farisi yang
memperlihatkan kepura-puraan hidup, semakin menjauh dari Allah. Allah mau agar
umat-Nya hidup sesuai kehendak-Nya.
Hidup dalam keseimbangan menjadi sebuah tuntutan. Apa yang
diucapkan harus selaras dengan perbuatannya. Yesus telah menunjukkan kesetiaan
Allah dan kecintaan pada manusia dengan taat sampai mati di kayu salib. Apa
yang dilakukan oleh Yesus mencerminkan keselarasan antara kata dan perbuatan.
Hidup di hadapan Allah harus memperlihatkan diri apa adanya. Allah pasti tahu
tentang apa yang tersembunyi dan bahkan hidup berpura-pura pun, Ia pasti tahu. “Tidak
ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun
yang tersembunyi yang tidak akan diketahui.”
Tentang kemunafikan ini, penulis teringat akan penggalan
lagu Ariel Noah yang berjudul: Topeng. Pada refreinnya, bukalah topengmu,
seolah mengajak kita untuk melihat diri dalam kepolosan, tanpa pura-pura.
Tapi buka dulu topengmu
Buka dulu topengmu
Biar ku lihat warnamu
Kan kulihat warnamu
Oh, buka dulu topengmu
Buka dulu topengmu
Biar ku lihat warnamu
Kan kulihat warnamu
Di hadapan Tuhan, kita menjalani kehidupan tanpa ada sekat kepura-puraan. Yesus memberikan awasan pada para murid agar menjauhi ragi kemunafikan orang-orang farisi agar ajaran tentang cinta kasih yang dibawa oleh Yesus secara murni diteruskan oleh para murid-Nya.***(Valery Kopong)
0 Komentar