(Sumber Inspirasi: Lukas 10: 13-16)
Menyaksikan
kisah perjalanan Paroki Kota Bumi – Gereja Santo Gregorius Agung- Keuskupan
Agung Jakarta, sebuah perjalanan panjang penuh perjuangan. Kurang lebih delapan
belas tahun sebagai sebuah stasi dan pada akhirnya mendapatkan ijin resmi dari
pemerintah Kabupaten Tangerang. Tidak gampang mengurus perijinan untuk
mendirikan sebuah gereja. Pada saat-saat awal, area gereja yang saat itu masih
stasi diserbu oleh orang yang tak dikenal, namun melalui pendekatan dan dialog
maka pada akhirnya mereka bisa memahami keberadaan sebuah gereja. Setelah
mendapatkan ijin resmi, Stasi Gregorius diresmikan
menjadi sebuah paroki. Sejak resmi berdiri sebagai sebuah paroki, ada
kegembiraan yang terlihat pada wajah umat. Mereka boleh menikmati kegembiraan
di balik perjuangan dari tim perijinan.
Kisah
ini mengingatkan kita akan sosok Yesus yang kehadiran-Nya mendapatkan penolakan
dari orang-orang-Nya sendiri. Sejak lama, para nabi dari Perjanjian Lama
meramalkan kehadiran seorang Mesias namun bukan berarti secara mudah mereka
menerima kehadiran-Nya. Bagaimana mungkin seorang Mesias datang dari antara
kita dan orang tua-Nya kita kenal? Inilah pertanyaan penuh keraguan karena bagi
mereka Mesias datang sebagai seorang yang perkasa dan bisa mengusir penjajah saat itu. namun
Mesias datang dalam kelembutan seorang bayi dan bertumbuh sebagai seorang anak
manusia dalam keluarga sederhana. Mereka menolak karena hati mereka masih
tertutup terhadap kehadiran Allah melalui Yesus Kristus.
“Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena
jika di Tirus dan di Sidon terjadi mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di
tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung!” Dua kota ini, Khorazim dan Betsaida menjadi tempat Yesus berkarya dan banyak mukjizat dilakukan
di sana. Apa yang telah dilakukan oleh
Yesus sebagai cara untuk menghadirkan Kerajaan Allah, belum mempan untuk
meyakinkan orang-orang sekitar tentang siapa sesungguhnya Yesus. Mukjizat yang diperlihatkan Yesus belum
sanggup membuka selubung iman orang-orang Yahudi. Pertobatan batin menjadi
kunci utama untuk menerima kehadiran Yesus.
Peristiwa Yesus mengecam kota Khorazim dan Betsaida memperlihatkan
kegeraman-Nya pada perilaku manusia yang masih tertutup pintu hatinya. Cara
yang ditempuh Yesus untuk menghadirkan Kerajaan Allah, yakni mengajar dengan
menggunakan perumpamaan dan menegaskannya dengan tindakan yang menyelamatkan,
belum mampu untuk meyakinkan orang-orang yang menjadi milik kepunyaan Mesias
itu. Pertobatan menjadi jalan pengampunan dan sekaligus pemurnian diri agar berani
melihat karya-karya Tuhan yang
menyelamatkan.
Orang-orang yang menghuni kota Khorazim dan Betsaida tidak
mempedulikan karya dan kehadiran Yesus. Mereka menganggap diri sebagai
“orang-orang bersih” dan membentengi diri untuk tidak menerima seruan
pertobatan. Pertobatan dimengerti sebagai pelepasan dari “manusia lama” dan
mengenakan “manusia baru” agar hati terbuka untuk menerima kehadiran Mesias.
Yesus tidak saja menuntut untuk didengarkan pewartaan-Nya tentang pentingnya
Kerajaan Allah tetapi lebih dari itu menuntut keterbukaan hati untuk menerima
Kerajaan Allah yang berpusat pada diri-Nya. Jalan “metanoia,” jalan pertobatan merupakan cara sederhana
untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dalam hati manusia.
Di balik seruan pertobatan itu, Yesus menginginkan ada “tanggap
balik” dari kita yang mendengarkan seruan itu. Seruan itu menjadi bermakna
ketika ditanggapi dengan menjalankan hidup sesuai tuntunan Sabda Tuhan. Dengan demikian kita tidak akan mendapatkan
kecaman seperti orang-orang di Khorazim, Betsaida dan Kapernaum melainkan akan
mendapatkan pujian, “Berbahagialah
kamu karena kamu telah mendengarkan sabda-Ku dan menjalankannya!” (Valery Kopong)
0 Komentar