Unordered List

6/recent/ticker-posts

Megalomania

 

Sumber: www.suara.com

Deklarasi capres dan cawapres Parbowo – Gibran, bagi sebagian besar masyarakat menimbulkan banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seputar kader-kader partai koalisi Indonesia maju yang sepertinya tunduk pada Prabowo Subianto. Kita tahu bahwa partai-partai besar seperti Golkar, PAN, Demokrat  yang pada awalnya sudah menjagokan kandidatnya untuk masuk ke bursa cawapres Prabowo, kini menelan pil pahit. Ada nama Airlangga, Erik Tohir, Ridwal Kamil sempat menjadi bahan pertimbangan untuk menjadi cawapres, namun semuanya sirna karena Prabowo tetap menginginkan Gibran sebagai cawapres. 

Pemilihan Gibran sebagai cawapres, menyisahkan pertanyaan penting. Di mana fungsi partai politik saat ini? Keberadaan partai politik memainkan peranan penting terkait proses politik dan tata kelola pengkaderan anggota. Berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 2/2008, menyebutkan ada lima fungsi partai. Salah satu fungsi partai yang strategis adalah “Merekrut untuk mengisi jabatan politik melalui mekanisme demokrasi. ..” Proses perekrutan dan tahapan pelatihan harus diikuti oleh anggota partai. Sebuah partai menjadi “sekolah kehidupan” bagi seorang anggota partai, yang tidak hanya mencari kursi legislator maupun eksekutif tetapi juga memperlihatkan kinerja yang produktif.

Masyarakat yang hidup di zaman modern ini tidak hanya kagum terhadap para politisi  yang pandai mengolah kata-kata saat berbicara tetapi lebih dari itu masyarakat menginginkan adanya tindakan nyata sebagai hasil karya seorang pejabat sekaligus anggota partai. Kalau bicara tentang kinerja para politisi dan juga mereka yang telah menerima mandat sebagai pejabat publik dari partai-partai tua, rasanya belum terlalu menonjol. PDIP misalnya, sebagai partai besar di saat menjadi opisisi, justeru membenahi kinerja para pejabat dan sekaligus petugas partai. Karena itu tidak mengherankan bila PDIP dilihat sebagai “lumbung” yang menampung anggota partai yang produktif dan siap bertarung memperebutkan jabatan politis.

Gibran sedikit memperlihatkan kinerjanya sebagai wali kota Solo, namun belum terlalu matang dalam hal berpolitik. Gibran menjadi tenar hanya karena anak seorang presiden serta kesempatan menjadi seorang cawapres diputuskan oleh MK yang juga merupakan bagian dari keluarganya. Keberhasilan, ketenaran atau apa pun namanya tetap memberikan preseden buruk pada demokrasi Indonesia karena proses pematangan diri tidak dilalui. Jalan pintas untuk menerjang demokrasi akan menghasilkan seorang pemimpin yang haus akan kekuasaan, menonjolkan kesombongan diri,  sebuah megalomania.***(Valery Kopong)

Posting Komentar

0 Komentar