Sumber: www.suara.com |
Deklarasi capres dan cawapres Parbowo – Gibran,
bagi sebagian besar masyarakat menimbulkan banyak pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seputar kader-kader partai koalisi Indonesia
maju yang sepertinya tunduk pada Prabowo Subianto. Kita tahu bahwa
partai-partai besar seperti Golkar, PAN, Demokrat yang pada awalnya sudah menjagokan
kandidatnya untuk masuk ke bursa cawapres Prabowo, kini menelan pil pahit. Ada
nama Airlangga, Erik Tohir, Ridwal Kamil sempat menjadi bahan pertimbangan
untuk menjadi cawapres, namun semuanya sirna karena Prabowo tetap menginginkan
Gibran sebagai cawapres.
Pemilihan Gibran sebagai cawapres, menyisahkan
pertanyaan penting. Di mana fungsi partai politik saat ini? Keberadaan partai
politik memainkan peranan penting terkait proses politik dan tata kelola
pengkaderan anggota. Berdasarkan Pasal 11 UU Nomor
2/2008, menyebutkan ada lima fungsi partai. Salah satu fungsi partai yang
strategis adalah “Merekrut untuk mengisi jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi. ..” Proses perekrutan dan tahapan pelatihan harus diikuti oleh anggota
partai. Sebuah partai menjadi “sekolah kehidupan” bagi seorang anggota partai,
yang tidak hanya mencari kursi legislator maupun eksekutif tetapi juga
memperlihatkan kinerja yang produktif.
Masyarakat yang hidup di zaman
modern ini tidak hanya kagum terhadap para politisi yang pandai mengolah kata-kata saat berbicara
tetapi lebih dari itu masyarakat menginginkan adanya tindakan nyata sebagai
hasil karya seorang pejabat sekaligus anggota partai. Kalau bicara tentang
kinerja para politisi dan juga mereka yang telah menerima mandat sebagai
pejabat publik dari partai-partai tua, rasanya belum terlalu menonjol. PDIP
misalnya, sebagai partai besar di saat menjadi opisisi, justeru membenahi
kinerja para pejabat dan sekaligus petugas partai. Karena itu tidak
mengherankan bila PDIP dilihat sebagai “lumbung” yang menampung anggota partai
yang produktif dan siap bertarung memperebutkan jabatan politis.
Gibran sedikit memperlihatkan kinerjanya
sebagai wali kota Solo, namun belum terlalu matang dalam hal berpolitik. Gibran
menjadi tenar hanya karena anak seorang presiden serta kesempatan menjadi
seorang cawapres diputuskan oleh MK yang juga merupakan bagian dari
keluarganya. Keberhasilan, ketenaran atau apa pun namanya tetap memberikan
preseden buruk pada demokrasi Indonesia karena proses pematangan diri tidak
dilalui. Jalan pintas untuk menerjang demokrasi akan menghasilkan seorang
pemimpin yang haus akan kekuasaan, menonjolkan kesombongan diri, sebuah megalomania.***(Valery Kopong)
0 Komentar