Kekalahan Prabowo beberapa kali dalam pertarungan Pilpres tidak membuatnya jerah. Namun dari kekalahan-kekalahan yang dialami justeru menjadi sebuah pembelajaran bahwa kemenangan itu tidak bisa diraih dalam waktu yang singkat. Namun kemenangan yang diraih pada Pilpres 2024 ini memberikan catatan buram bagi demokrasi Indonesia. Demokrasi kita mengalami kemunduran karena sebagian besar masyarakat mengalami tekanan dan dipaksa untuk memilih capres-cawapres tertentu.
Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang
memberikan ruang kebebasan bagi para pemilih untuk menentukan pilihan yang bebas
sesuai dengan hati nurani. Demokrasi yang diperjuangkan pada masa reformasi
sepertinya mati pada Pilpres tahun 2024. Kematian demokrasi dan meningkatnya tekanan,
memberikan potret buram sekaligus membuka memori publik akan pelaksanaan pemilu
pada masa Orde Baru. Pemilu yang selalu digaungkan sebagai pesta demokrasi,
namun pesta demokrasi yang muram dan pemilu membawa pilu. Catatan yang ditulis
ini bukan karena jagoan saya kalah pada Pilpres tahun 2024, tetapi karena
begitu banyak kecurangan yang terjadi.
Bagaimana pemilu bisa curang? Hasil perhitungan
KPU yang bisa diakses melalui Sirekap, terlihat ketidak-cocokan acara data dari
C1 dengan data KPU yang ada pada Sirekap. Terjadi penggelembungan suara untuk
capres-cawapres tertentu dan jumlah suara yang merupakan hasil penggelembungan
itu melampaui batas normal. Di setiap TPS, harusnya jumlah suara maksimal 300,
namun di data Sirekap bisa mencapai 500-an lebih. Dengan perhitungan yang
amburadul ini membuka mata publik untuk terus mengawasi jalannya perhitungan
suara secara manual dan dilakukan secara berjenjang.***(Valery Kopong)
Bersambung.............
0 Komentar