Unordered List

6/recent/ticker-posts

Guru yang Sabar itu Telah Berpulang

 

                                                                                                    

Tangerang, Gagas Indonesia Satu

KELUARGA besar sekolah Setia Bhakti berduka cita karena telah meninggal dunia Muryanti binti Noto Prayitno (60) di rumah sakit Qodar, Tangerang, Jumat (9 Februari 2024) akibat gagal ginjal dan gangguan pada jantung. Ia meninggalkan tiga orang puteranya dan tiga orang cucu yang sangat dicintainya. 

‘’Innalilahi wa innailahi rajiun. Telah meninggal dunia ibu kami Muryanti binti Noto Prayitno, tadi malam di Rumah  Sakit Qadr-Tangerang. Mohon dibukakan pintu maaf bagi ibu kami” demikian bunyi whaats App yang dikirim ke group SD Setia Bhakti, Jumat 07.30 dari seorang anaknya. Berita berpulangnya Ibu Mur—demikian ia biasa dipanggil menyisakan duka mendalam bagi keluarga besar SD Setia Bhakti juga semua teman yang telah lama mengenalnya. Muryanti dikenal pribadi yang sabar, periang dan selalu akrab dengan siapa pun. 

Putera pertama Muryanti, Bagas menjelaskan bahwa  akhir-akhir ini ibu sering mengalami sakit. Ia terlihat kurang bertenaga dan mengeluh sakit kepala sebelah (migren). Pada dari Kamis, (8 Februari) ibunya masuk ke IC RS Qodar. Di sana dilakukan pemeriksaan dan diketahui ginjal tidak berfungsi optimal dan gangguan pada jantung. Bahkan menurut anaknya di bagian jantung ibu, kata dokter ada penyumbatan. 

‘’Selama ini kami tidak tahu kalau ibu juga memiliki riwayat kolesterol dan tekanan darah tinggi. Pada jam 01.00 dini hari ibu sudah tidak ada lagi, meninggal dunia. Maka saya mohon kalau ada salah ibu kami tolong dimaafkan,’’ kata Bagas di depan para guru SD Setia Bhakti yang melayat di Jalan Nusa 2, Bencongan, Karawaci, Tangerang. 

Ikut melayat Kepala SD Setia Bhakti, Elizabeth Anggraini dan seluruh staf guru. Ada juga sejumlah guru SMK dan SMA yang ikut memberikan dukungan serta kunjungan ke rumah duka di Perum Karawaci. 

Mis Mimi, guru kelas satu SD Setia Bhakti menceritakan belum lama ini saat pulang sekolah saya diajak jalan bereng setelah pulang sekolah dari ruang guru ke gerbang sekolah. Saat memegang tangan saya, sangat erat – seolah-olah ia ingin mengatakan sesuatu seperti mau berpamitan. Sementara Ibu Eni Pujiastuti ketika mendengar kabar ini tak menyangka, pada hal sejak bulan lalu Bu Muryanti sudah mulai sehat kembali setelah menjalani perawatan di rumah sakit. 

Muryanti dikenal pribadi yang ulet, pekerja keras. Ia menghidupi ketiga anaknya setelah suaminya berpulang. Ia mulai mengajar di SD Setia Bhakti belasan tahun yang lalu. Ia masuk awalnya menjadi guru olahraga dari kelas 1-6. Setiap Jumat, sebagai pemandu senam bersama di sekolah. Karena loyalitas dan pengabdian yang tulus ia diberi kepercayaan menjadi wali kelas 4, kelas 5 dan beberapa tahun menjadi wali kelas 6. 

                                            


Muryanti pernah bercerita kepada penulis menghadapi anak anaknya yang dibesarkan sendiri setelah ditiggalkan suaminya. Saat menghadapi anaknya yang tidak patuh, katanya ia hanya memberikan pilihan. Misalnya ketika anaknya tidak masuk sekolah, ia hanya memberikan pilihan kalau tidak sekolah akibatnya ini dan kalau lanjut berarti konsekuensinya siap menghadapi masa depan dengan baik. Pengalaman inilah yang menjadi teladan bagi kita dalam mendampingi putera-puteri bukan memarahi sejadi-jadinya. 

Sebelum SD Setia Bhakti memiliki kepala sekolah defenitif, manajemen Perguruan Setia Bhakti memberi tugas untuk menjadi pejabat sementara (pjs). Sesungguhnya ia menolak tapi demi lembaga yang dicintai ia menjadi kepala sekolah selama dua bulan. Saat SD memiliki kepala sekolah ia didapuk menjadi wali klas 5. Kepergiannya membawa duka mendalam. Selamat jalan Bu Muryanti. *  Konrad Mangu. 

foto; Ibu Muryanti

Posting Komentar

0 Komentar