‘’Bagaimana pun saya tetap bersyukur, selalu setia menjalankan tugas sebagai guru SD. Saya ingat bahwa masa –masa sekolah di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Katolik Podor Larantuka untuk mendapatkan ijazah kemudian saya boleh menggunakannya dengan menjalankan tugas dengan penuh setia,’’ demikian dikatakan Siprianus Cornelius Carvallo (53), kepada penulis ( 2 Januari 2024) saat dihubungi dari Jakarta.
Tantangan dimaksud Sipri adalah tempat ia mengajar dibatasi oleh laut. Karena itu untuk mencapai ke lokasi itu ia harus menggunakan transportasi laut melewati arus /ombak laut yang bisa saja mengancam keselamatan jiwa sebagai seorang guru. Jika cuacanya tenang ia bisa melewati dengan perasaan biasa namun ketika cuacanya tidak memungkinkan Siprianus selalu merasa khawatir ketika menjalakan tugasnya.
Tantangan lain, lanjut pria kelahiran Larantuka, 16 September 1969 itu bahwa listrik sebagai kebutuhan sangat vital hanya beroperasi 12 jam yakni dari pukul 18.00 sampai dengan pkl 06.00. Karena itu pelaksanaan ANBK yang biasa dijalankan itu terpaksa menggunkan genset, pada siang harinya.
Perjalanan pagi hari menuju ke sekolah sekolah Siprianus dengan menggunakan perahu atau longboot, ditempuh sekitar 25 menit. Itu pun kalau cuacanya sedang bersahabat. Oleh karena harus melewati laut, apalagi tidak ada pelabuhan. Maka ketika ia bertolak dari rumah ia mengaku tidak menggunakan sepatu. “Saat melewati laut dan menyeberang celana kami harus digulung sehingga bisa menghindari air laut. Kalau pun tidak menggunakan sepatu Sipri menngatakan sepatu harus disimpan di sekolah,’’ kisah Siprianus Carvallo.
Mengenai tempat ia mengajar, Sipri menceritakan Menteri Pendidikan RI, Nadiem Makarim dalam kunjungan nke sekolah itu (15 Februari 2021) melihat kondisi itu SD Negeri 28 Pulau Soop memberikan bantuan satu unit longboot (motor laut) dipergunakan untuk transportasi laut untuk membantu para guru yang harus menyerbeang laut kemudian melakukan tugasnya di SD tersebut.
Sebelumnya Sipri dan teman guru lain harus mengeluarkan uang dari kocek sendiri RP 500.000 untuk menyewa perahu untuk bisa sampai ke tempat ia mengajarnya. Setelah ia diantar dan tiba di lokasi tujuan, Siprianus masih menempuh perjalanan lagi sekitar setengah kilometer lalu bisa sampai di SD, tempat mengajarnya. Saban hari ia melewati pengalaman itu dan penuh setia melayani anak-anak yang membuthkan bimibingan dan pendampingan.
Riwayat pekerjaan
Sebelumnya Sipri menyelesaikan pendidikan di SPG Katolik Podor Larantuka (1989). Selanjutnya Sipri bekerja di perusahaan tambang emas yang berlokasi di Pulau Wetar. Ia bekerja sampai tahun 1992 lalu kembali ke Larantuka. Jiwa merantaunya mulai menggelora atas ajakan seorang kakaknya yang pernah belajar di Seminari, ia mencoba mengubah nasibnya di Papua.
“Tiba di Papua saya bekerja di perusahaan kelapa sawit. Tahun 1995- 1998 Sipri bekerja di proyek trans Papua. Ia mengakui ia banyak mengikuti berbagai pekerjaan termasuk pengerjaan proyek trans Papua. Di Kabupaten Enarotali, Sipri bertugas, yakni kabupaten baru Piania,’’ kisah Sipri.
Tahun 1998 ia mendapat informasi ada tes penerimaan guru PNS di Kabupaten Piania. Ia dinyatakan lulus 1999. Setelah menyandang PNS pertama kali ia bertugas di SD Inpres Daduo. Di tempat ini saban hari Sipri menempuh perjalanan menuju tempat tugas 195 km kemudian ia bisa sampai di sekolahnya. Maka segala urusan tentang guru ia harus menempuh perjalanan sepanjang itu.
Tahun 2003 Sipri mendapat tugas di SD YPK Elim sebagai guru kelas. Selama 10 tahun Sipri menjalankan tugas sebagai guru kelas hingga 2013. Kesetiaan, menjadi kata kunci ketika sosok alumni Podor ini menjalankan tugas sebagai sosok guru. Ia mengaku tak pernah berhenti berjuang, ia menjalankan tugas dengan kesetiaannya. Kini ia terus mengabdi di SD Negeri 28 Pulau Soop – Kota Sorong. Selamat bertugas dan teruslah melayani anak-anak Tuhan >* (Konrad R. Mangu, Jakarta)
0 Komentar