Tangerang, Gagas Indonesia Satu.com
KONTROVERSI perayaan Imlek di kalangan Katolik masih tetap menjadi perdebatan. Pengalaman yang tidak menyenangkan pernah dialami Bernadus Bily sebagai umat Katolik. Suatu ketika ia mengikuti perayaan ibadah di gereja non Katolik (denominasi gereja lain). Pada waktu itu dipasang bunga-bunga sebagai bahan dekorasi. Sesungguhnya hiasan bunga dalam gereja itu suatu yang biasa, namun apa yang terjadi hal itu menimbulkan kemarahan pendeta.
Bunga-bunga yang dihias itu dibuang oleh pendeta tersebut. Menurutnya akibat pemahaman yang keliru bunga yang dihias di dalam gereja itu dibuang. Dikatakan, hiasan yang diadakan dalam gereja tidak perlu aneh-aneh apalagi memasang benda-benda yang menurutnya adalah seperti menyembah kepada benda yang tidak perlu.
“Saya menganggap bahwa pendeta itu kurang paham tentang hiasan dalam gereja. Itu adalah pengalaman sedih yang pernah saya alami dalam kaitannya dengan perayaan -perayaan di gereja,’’ kisah Bernadus.
Pengalaman itu dikisahkan Bernadus selesai mengikuti Misa Syukur Imlek di Paroki Kutabumi, Gereja St Gregorius Agung - Tangerang, Jl Puri IV B 16 No 93 Puri Agung Permai, Pasar Kemis, Tangerang, Rabu ( 11 Februari 2024).
Menurut Bernadus hiasan dengan warga khusus misalnya didominasi warna merah sesungguhnya adalah lambang kemakmuran. Selain itu dalam konteks perayaan Imlek, melalui syukur Ekaristi suatu ucapaan kepada Tuhan atas segala Rahmat yang diterima dan berharap menjalani Tahun Baru dengan rasa opmtimis dan mencapai suatu yang dicita-citakan.
Ketua Panitia Imlek Kutabumi, Robby Setiawan mengatakan sekiranya dengan perayaan Imlek dalam kurban Ekaristi Kudus semua hal yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Ia menambahkan dengan adanya Imlek bisa mendorong umat lebih bersemangat dalam hidup menggereja khususnya bagi umat yang tergabung dalam KOmunitas Keluarga Tionghoa St Gregorius (KKTG).
Misa dipimpin Rm. Wahyu Kristian Wijaya sebagai kepala paroki setempat dihadiri 500 umat Katolik termasuk warga Tionghoa yang ada di paroki ini. Misa Kudus ini mengusung tema “Aku dan Komunitasku Makin Peduli dan Solider pada Sesama” .
Yang menarik dari kegiatan ini lagu-lagu Ekaristi adan yang bernuansa Tionghoa. Warna pakaian yang digunakan warga ini adalah warna merah sebagai lambang kesejahteraan atau kemakmuran. Ada juga warga yang menggunakan pakaian khas Tionghoa yang terlihat menarik dan unik.
Selesai Ekaristi Kudus seluruh umat mendapatkan ‘angpao’ yang disediakan panitia yakni jeruk mandarin, juga uang. Romo Wahyu dan Rm Yosef Diaz mendapat ucapan “Gong Ci Fa Chai” dari umat yang hadir. Umat yang hadir pun saling memberikan salam soja, salam khas dalam Imlek. ***
Konradus R. Mangu
0 Komentar