(Sumber
Inspirasi: Yohanes 14:1-6)
Setiap kali
mengikuti misa requiem, teks Injil Yohanes ini sering dibacakan dan menjadi
penguat bagi sidang perkabungan dan terutama bagi keluarga yang ditinggalkan.
Pesan Injil ini memang jelas bahwa Yesus memberikan harapan bagi mereka yang
sedang terpuruk hidupnya, terutama merasa kehilangan ketika salah satu dari
anggota keluarga mereka dipanggil Tuhan melalui peristiwa maut. Kekalutan hidup
yang dialami ini sepertinya memberi jalan buntu bagi mereka yang ditinggalkan.
Kepada siapa mereka harus mengadu? Ke mana arah perjalanan hidup ini berakhir?
“Orang boleh
kehilangan segalanya, namun jangan kehilangan harapan.” Penggalan kalimat ini
memberi pesan sekaligus menjadi pengingat bagi kita bahwa segala yang kita
perjuangkan di dunia ini sepertinya tidak ada arti ketika suatu waktu Allah
memanggil kita untuk beralih dari dunia ini. Boleh membangun rasa memiliki,
tetapi jangan berlebihan. Karena segala yang kita miliki di dunia ini hanya
pinjaman dari Allah. Harta dan anak-anak yang dititipkan oleh Allah pada setiap
keluarga, dirawat tetapi suatu waktu yang empunya kehidupan mengambil maka tak
ada cara lain, selain bersikap pasrah pada-Nya. Dalam situasi di mana Allah
mengambil miliki kepunyaan-Nya maka yang tersisa di dalam diri kita adalah
“harapan.” Hanya dengan mengandalkan harapan, kita bisa bangkit kembali
memaknai hidup sebagai yang terberi dari Allah.
Berhadapan dengan
orang yang gelisah, Yesus selalu memberikan peneguhan. “Janganlah gelisah
hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku
banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu.
Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” Yesus sebagai
penyelamat, tidak mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib, namun lebih dari
itu, Ia menyiapkan jalan dan tempat bagi setiap orang yang pada akhirnya
mengalami kehidupan kekal nanti. Rumah Bapa memberikan harapan akan naungan
masa depan setelah manusia melewati kehidupan fana di dunia ini. Atau meminjam
bahasa Santo Paulus, bahwa suatu saat kemah kediaman di dunia ini dibongkar dan
kita akan beralih ke kemah kediaman abadi di surga.
Yesus telah menyatakan diri sebagai jalan, kebenaran dan hidup namun bukan berarti murid-murid-Nya
serta merta percaya pada-Nya. Kedekatan murid-murid dengan Yesus tidak memberi jaminan untuk
percaya pada-Nya. Thomas, salah seorang murid, masih mempertanyakan tempat di mana Sang Guru
pergi. Kata Thomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami
tahu jalan ke situ?" Figur Thomas adalah gambaran murid yang selalu skeptis tentang hidup dan masa
depan dalam keabadian. Terkadang, kita hanya menyatakan diri sebagai pengikut Yesus, tetapi belum
tentu percaya sepenuhnya pada tawaran keselamatan dari-Nya. Apakah kita masih ragu seperti Thomas
dalam mengimani Kristus? Dalam kepasrahan diri pada Kristus, kita dituntun untuk menjalani hidup
dan suatu waktu nanti akan menikmati kebahagiaan abadi di rumah Bapa yang telah disediakan-Nya.***(Valery Kopong)
0 Komentar