Tangerang, Gagas Indonesia Satu.com
INILAH kisah pilu yang dialami para guru sewilayah Jakarta, Tangerang dan Bekasi (Jatabek). Akibat restrukturisasi yang dilakukan Asuransi Jiwa Seraya (AJS) oleh Insurance Finansial Group (IFG) para pensiunan guru itu menerima dana pensiun yang jumlahnya tidak sesuai dengan harapan mereka. “Kami menilai restrukturisasi dilakukan Asuransi Jiwa Seraya soal uang pensiun itu sepihak yang membuat kami kecewa,’’ kata Paulus Lasito belum lama ini. Lasito adalah salah satu dari sekian guru yang mengalami nasib tak beruntung itu.
“Kami sebagai pensiunan menolak yang kami tidak mendapat apa-apa dan kalau pun menerima sebenarnya tidak sesuai dengan harapan kami. Jadi saya anggap itu memang terpaksa,” kata Lasito.
Rasa kecewa itu diceritakan Lasito, bahwa ia mulai mengajar di sekolah berbasis Katolik itu selain mendapat gaji bulanan ia juga mendapat dana pensiun yang selama ini dikelola Yayasan Dana Pensiun (Yadapen) para pastor Yesuit yang berpusat di Semarang. Semua dana di bawah yayasan sekolah Katolik itu dikelola Yadapen ini.
Selama bertahun-tahun dana ini dikelola dan dikumpulkan lalu dipindahkan ke Asuransi Jiwa Seraya (AJS). Yang mereka sayangkan pengalihan pengelolaan ini, lanjut Lasito tanpa dikomunikasikan dengan pihak guru dan karyawan Strada. Ketika para guru itu memasuki masa pensiun, dana yang mereka terima jumlahnya tak sesuai dengan harapan mereka.
“Memperkirakan AJS mengalami colaps pengelolaan dilakukan Insurance Financial Group (IFG) yang tidak lain adalah mitra dari AJS. Di sinilah puncak kekecewaan para guru karena pihak IFG melakukan restrukturisasi tanpa melibatkan para guru dan karyawan,''tambahnya.
“Seandainya pensiun itu kami terima utuh maka terhitung dari tahun pensiun sampai dengan 12 tahun kemudian pemberian dana pensiun dihentikan. Sedangkan kalau mau menerima selamanya maka hanya diberikan setengah dari gaji atau penghasilan dari guru tersebut,’’ jelas Paulus Lasito.
Kasus yang dialami para guru Strada ini tidak dilakukan penyelesaian dengan baik. Mereka berpikir kalaupun menggunakan jasa pengacara maka otomatis menyiapkan uang untuk membayar pengacara tersebut. Urusan dengan hukum yang membuat mereka harus mengeluarkan uang para guru ini lebih memilih pasrah.
Pensiunan guru SMP Strada Tangerang, 2011 ini lebih lanjut mengatakan sejak kasus ini mencuat mendapat respon sejumlah guru Strada, sampai melakukan aksi demonstrasi di Kantor BUMN, Asuransi Jiwa Seraya namun tidak mendapat respon dan tidak ada penyelesaian.
Soal pilihan yang ditawakan AJS, Lasito lebih memilih mengambil setengah dari penghasilannya (730.000/bulan) sedangkan istrinya memilih opsi memilih pembayaran penuh dan akan berhenti sampai dengan usia 78/79 tahun.
Lasito menjelaskan, sejak awalnya mencuat kasus ini ada banyak guru Strada getol memperjuangkan bahkan dalam ajang pemilhan Pilpres dan Caleg Februari lalu isu ini seolah dibawa dalam ranah politik namun lagi-lagi sampai dengan hari ini belum ada titik terang.
Kasus yang mengecewakan guru Katolik ini mencuat dalam Seminar Bantuan Hukum Individual, berlangsung di Paroki Kutabumi, gereja St Gregorius Agung, akhir April lalu. Yang menjadi mereka kesal adalah tiba-tiba dana itu telah dialihkan pengelolaannya ke AJS. “Sebagai pemilik dana kami kecewa karena tiba-tiba dikelola AJS” katanya.
Yulius Sutiarto, SH. MH selaku pensehat hukum Yayasan Dana Pensiun yang hadir sebagai nara sumber Seminar Bantuan Hukum Individu waktu itu mengatakan “dana pensiun Asuransi Jiwa Seraya memberikan tawaran re-strukturisasi kepada seluruh karyawan. Direktur Yadapen meminta saya untuk mendampingi. Hasil kesepakatan itu dana akan dikembalikan dengan baik,''kata Yulius.
Kenyataannya, ternyata tidak 100 persen diberikan kepada para pensiun guru dan karyawan. “Proses ini masih tetap berjalan sampai dengan saat ini. Apakah proses negosiasi antara AJS, IFG dan Yadapen masih tetap dilakukan dan akan diberikan kepada guru yang berhak. Semoga para guru mendapatkan titik terang. Dengan demikian mereka menerimanya sesuai dengan apa yang ditabung selama ini,'' kata Yulius. ***
Konradus R. Mangu
0 Komentar