Fenomena dunia sekarang ini khususnya yang terjadi dalam kehidupan umat beragama adalah pandangan tentang, “agamamu sesat dan agama kami yang paling benar”. Hampir di setiap agama pasti terdapat beberapa orang yang katanya fanatik dengan agamanya mengatakan tentang hal yang demikian.
Bacaan injil hari ini (22 Mei 2024) yang diambil dari injil Markus mengisahkan suatu kisah yang menari, dimana Yohanes yang merupakan murid yang dikasihi oleh Yesus datang dan berkata kepada Yesus. Kata Yohanes, “ Guru, kami melihat seseorang yang bukan penganut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah dia, karena dia bukan pengikut kita” (Ay. 38). Pada ayat selanjutnya Yesus juga memberikan respon bahwa,” Jangan kamu cegat dia! Sebab, tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Siapa yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita, (Ay. 39-40). Sebenarnya bagian yang terpenting dari bacaan ini berada pada ayat 40,” siapa yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita”.
Bacaan pada hari ini hendak menunjukkan kepada kita tentang betapa pentingnya untuk tidak saling menghakimi terlebih mengatakan bahwa, “ agama mu adalah sesat”. Orang kemudian berpikir bahwa setiap orang yang berada di luar dari kelompok kita adalah sesat. Mentalitas tentang agama saya yang paling benar adalah sikap yang keliru dan malah hanya akan merusak dan menutup pintu roleransi. Yesus hari ini menegaskan kepada kita bahwa agama apapun itu meskipun berbeda, tapi ketika agama atau aliran tersebut mengarahkan orang pada keselamatan, maka percayalah bahwa Yesus juga berkarya di sana.
Yesus tidak mempersalahkan kelompoknya, tapi ketika agama tersebut tidak bertentangan dengan tujuan kita, maka itulah kawan kita atau sahabat kita. Memang dunia sekarang ini terdapat begitu banyak orang yang sangat fanatik dengan agamanya, sehingga dengan mudah menilai agama lain adalah suatu bentuk kesesatan. Sikap fanatik terhadap agama adalah sikap yang wajar, tapi hendaklah juga kita berusaha menghargai agama atau kepercayaan dari orang lain. Ada juga sikap dimana walau pun hanya bersalaman saja sudah dikatakan sebagai bentuk kenajisan, karena menganggap bahwa agama tertentu adalah sumber kenajisan. Sikap-sikap seperti inilah yang kemudian yang akan memecah belah kerukunan atau kehidupan keberagaman ini.
Sebagai umat Katolik marilah kita dengan tangan terbuka untuk menerima perbedaan di antara kita, serta memiliki sikap toleransi kepada saudara-saudari kita yang beragama lain. penting sekali bagi kita untuk menjadi pelopor bagi umat lain dalam hal menjaga kerukunan hidup beragama. Lupakan sikap bahwa agama saya adalah yang paling benar.
(Fr. Fujio Fransiskus Tawas)
0 Komentar