Ruby Santamoko, S.Ag M.MPd
Tangerang, Gagas Indonesia Satu.com
Qu Yuan, tokoh yang dikenal seorang menteri pada zaman dinasti Ciu. Oleh karena sikap patriotismenya ia menyatukan negerinya yang tercerai berai. Namun nasib menteri ini tak beruntung karena ia kemudian difitnah selanjutnya diusir dari Duan Yang negerinya.
Menteri Qu Yuan tidak hanya dikenal seorang menteri tapi juga seorang bangsawan dan seorang sastrawan. Sebelum ia menceburkan diri ke dalam sungai dan wafat, ia membacakan puisi sebagai ungkapan hati yang pedih melihat negerinya sendiri semakin parah di mana korupsi meraja lela, praktik hukum yang tidak benar dan kejahatan mulai merajalela.
Kisah sedih ini menjadi titik awal dilakukan Festival Perahu Naga Peh Chun yang dilaksanakan hampir di seluruh dunia termasuk di wilayah Kota Tangerang dengan jumlah keturunan Tionghoa terbanyak.
Tepatnya Senin (10 Juni 2024) ratusan warga Tangerang dan sekitarnya memadati lokasi jalan Kalipasir, samping Sungai Cisadane, Tangerang. Terlihat mulai pagi pkl 08.00 warga mulai berdatangan untuk menyaksikan berbagai kegiatan yang biasa digelar pada hari itu. Mereka menyebutnya Hari Peh Chun sebelum digelar berbagai kegiatan dilakukan sembahyang bersama yang dilakukan oleh para tokoh agama Khonghucu. Hari itu, Js. Loekman didaulat untuk memimpin sembahyang Yue.
Sekitar 50 an warga datang mengikuti sembahyang Yue di pinggir kali Cisadane. Turut hadir Ketua Panitia Peh Chun , Js. Herlinawati, ST yang juga sebagai Direktur Perguruan Setia Bhakti Tangerang, Direktur Utama BTB Bidang Pendidikan Perguruan Buddhi dan Perguruan Setia Bhakti, Edy Kurniawan, SE.M.M, ada tokoh dan pengurus Perkumpulan Boen Bio (BTB), sebuah organisasi sosial keagamaan yang telah berusia 100 tahun hadir.
Ketua Boen Tek Bio (BTB) Ruby Santamoko S.Ag M.MPd dalam keterangan mengatakan kegiatan ini dilakukan setiap tahun dan biasa dipadati para pengunjung bukan hanya warga Tangerang tapi juga dari luar Tangerang. Dikatakan, perayaan Peh Chun memberikan makna penting; menjaga persatuan warga, menghargai dalam perbedaan juga toleransi hidup beragama dan yang paling penting semua warga diajak untuk selalu menjaga lingkungan sehingga jangan sampai terjadi kerusakan yang membahayakan umat manusia.
Sementara itu, Js. Herlinawati menegaskan perayaan ini bertujuan untuk mengenalkan tradisi ini kepada generasi muda untuk tetap melestarikan budaya ini sampai kapanpun. Secara khusus ia memberikan penekanan soal lomba menangkap bebek sesungguhnya sebagai simbol membuang sesuatu yang kurang baik dalam kehidupan ini lalu menjalani sesuatu yang lebih baik.
Selesai kegiatan Ibadah Yue yang biasa dilaksanakandan pada tanggal 5 bulan 5 dilakukan berbagai kegiatan; mendirikan telur mulai pkl 11.00 sampai dengan 13.00 WIB. Antusias warga untuk menyaksikan berbagai atraksi di pinggir Cisadane luar biasa.
Setelah mendirikan telur, warga dimanjakan dengan Lomba Menangkap Bebek setelah dilepas peserta dari dalam perahu yang ditumpangi. Keseruan ini menjadi perhatian warga yang menyaksikan kegiatan lomba ini.
Js. Liong Cu, seorang peserta yang tinggal di Sewan, Tangerang mengatakan Peh Cun selain untuk mengenang menteri yang membunuh dirinya di dalam Sungai juga doa bersama bagi keutuhan alam ciptaan Tuhan. Bahwa manusia perlu menjaga , melestarikan lingkungan sehingga jangan sampai membahayakan manusia. “Maka sembahyang untuk untuk kelestarian alam agar kita peduli dengan lingkungan,’’ kata Liong Cu yang pernah menjadi pengajar di SMK Setia Bhakti.
Js . Liong Cu
Seperti yang diketahui ada empat jenis sembahyang yakni sembahyang zhonggiu, sembahyang Imlek, sembahyang Dangzhi dan sembahyang/ibadah Yue (yang dilaksanakan hari ini).
Festival Perahu Naga, lomba dayung perahu akan meriahkan Peh Chun pada Sabtu –Minggu (15-16 Juni 2024) untuk babak penyisihan dan final. Di balik kemeriahan itu, adakah kita memikirkan makna perayaan yang dilaksanakan untuk tahun ini? ** Konrad R. Mangu
Lomba tangkap bebek di sungai Cisadane
0 Komentar