Perkembangan teknologi, terutama maraknya
penggunaan AI, di satu sisi dilihat sebagai sebuah kehebatan manusia yang mampu
menciptakan teknologi yang memadai. Namun di lain pihak, perkembangan AI membawa
kecemasan tersendiri, terutama kehadirannya seakan menggantikan peran manusia
dalam bekerja. Banyak orang telah memprediksi bahwa beberapa tahun ke depan
ini, peran AI menggantikan peran manusia dan dengan demikian manusia menjadi
nganggur karena perannya sudah
digantikan oleh AI.
Kecemasan-kecemasan publik ini memang
dilihat sebagai sesuatu yang wajar namun tidak usah berlebihan. Manusia sebagai
makhluk yang otonom perlu berpikir secara jernih untuk bagaimana menangkal dominasi
AI dalam hal pekerjaan. Perlu ada pemetaan yang jelas mengenai pekerjaan-pekerjaan
mana saja yang memberikan dampak langsung terhadap para pekerja. Dengan memetakan
persoalan ini maka setiap manusia setidaknya berjaga-jaga terhadap ancaman pekerjaan
oleh kehadiran AI.
Pada hari KOMSOS sedunia beberapa waktu
lalu, Paus Fransiskus memberikan pesan penting bahwa cara kerja teknologi
begitu dhasyat namun manusia tetap menjadi pengendali utama. Karena itu
hendaklah menggunakan media secara bertanggung jawab dan bermartabat. Apa yang
disoroti oleh Paus Fransiskus ini menjadi sebuah peringatan penting bahwa
kecerdasan buatan tidak bisa melampaui cara berpikir manusia sebagai pengendali
utama. Manusia hadir sebagai penggerak yang memainkan kecerdasan buatan itu
sendiri. Manusia perlu memperlihatkan diri sebagai makhluk yang berpikir
sekaligus menciptakan sesuatu dan pada akhirnya bersaing dalam menghidupi dunia
ini.
Beberapa gejala yang muncul bahwa pekerjaan-pekerjaan
tertentu sudah mulai hilang oleh kehadiran AI. Kehadiran teknologi hanya
mengubah pola hidup manusia dan memperlihatkan reposisi pada setiap pekerjaan
yang dilakoninya. Dengan perubahan yang begitu drastis ini maka menuntut setiap
manusia untuk berubah seturut tuntutan zaman. Zaman berubah dan manusia mengikuti
arus zaman agar kita tak pernah tergilas oleh perkembangan teknologi. ***(Valery
Kopong)
0 Komentar