(Sumber Inspirasi: Markus 6:17-29)
Injil hari ini menggambarkan sebuah peristiwa
tragis yang menimpah seorang Yohanes Pembaptis. Kritik Yohanes Pembaptis
terhadap Herodes Antipas, seorang raja wilayah Galilea membawa petaka. Peristiwa
ini dimaknai sebagai konsekuensi dalam memberitakan Injil dan kebenaran. Sebagai
nabi pada masa perjanjian baru, Yohanes Pembaptis biasanya tampil dengan suara
garang. Ia berseru untuk menata dan meluruskan jalan kehidupan manusia yang tidak
sesuai dengan kehendak Tuhan. Seruan profetis ini memberikan sebuah gambaran
bahwa peran kenabian sangat penting di mana Allah menjadikan para nabi sebagai
alat untuk menyampaikan pesan-pesan penting.
Yohanes
Pembaptis berpegang teguh pada prinsip moral dan berpihak pada kebenaran. Oleh kritik
yang dilontarkan pada Herodes karena mengambil istri orang, tidak menjadikannya
untuk menarik kata-katanya kembali supaya bisa berdamai dengan penguasa. Ia tetap
pada prinsip dasar, yakni menegakan moral sebagai cara sederhana untuk menata
sebuah kehidupan bersama. Pejabat (baca: raja), harus memberi contoh dalam menghidupi
moralitas diri. Pejabat menjadi panutan yang mesti dijadikan sebagai “cermin”
oleh bawahannya.
Kematian Yohanes Pembaptis tidak menunjukkan
ketakberdayaannya di hadapan penguasa, namun justeru dalam kematiannya, Herodes
dan siapapun yang memangku jabatan, membuat refleksi diri tentang aksi jahat
yang menyembunyikan perilaku abnormal itu. Yohanes Pembaptis berani mengkritik
tindakan moral penguasa, yang menunjukkan bahwa kebenaran dan keadilan harus
ditegakkan, meskipun menghadapi risiko besar. Ini mengajarkan pentingnya
integritas dan keberanian dalam menyuarakan kebenaran.
Herodes
telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk memenggal leher seorang utusan Allah. Pewarta
kebenaran memang mati, namun tidak membunuh kebenaran itu sendiri. Kebenaran
terus ditegakan agar kita bisa mengalami kehadiran Tuhan di dalam setiap langkah
kehidupan kita. Berpihak pada kebenaran, berarti sekaligus mengatakan diri
sebagai musuh pada mereka yang menghidupkan ketidakbenaran.***(Valery Kopong)
0 Komentar