ADA berbagai pengalaman yang mewarnai kehidupan sesorang, dalam keadaan suka maupun duka, dalam kondisi untung dan kemalangan. Berkaitan dengan bulan penuh Rahmat, Bulan Rosario ini ada banyak yang memiliki pengalaman betapa Bunda Maria berdoa Bersama mereka yang membutuhkan pertolongan. Tentu dua hal yang pasti setiap manusia pernah bahkan sering melewati hidup dalam suasana penuh kegembiraan maupun dalam kedukaan. Nara, demikian ia biasa dipanggil mengaku juga sangat dekat dengan Bunda Maria. Kedekatan dengan sosok Bunda Maria itu tidak lain karena kedekatan dengan ibundanya Maria Jasintha Elizabeth Hamboer. Ibundanya selalu memperkenalkan kepadanya tentang kesetiaan kepada Bapa.
Sikap sederhana
itulah yang diperkenalkan kepada kami. Menurut Nara kesederhanaan itu sungguh
mengakar dalam kehiduoan ibundanya. Hingga saat-saat berpulangnya ibu ke rumah Bapa
di surga ia masih memancarkan kesederhanaan itu.
Sikap ibundanya
kepada Nara, juga kepada empat adiknya memang selalu memberikan perhatian yang
sangat serius. Inilah sikap yang juga menjadi habit bagi kehidupan bersama dalam
keluarga.
Kesan itu terungkap
saat Misa Penghiburan meninggalnya Maria Jasintha, beberapa bulan lalu. Ibunda
Nara Setu ini adalah sebagai dosen di salah satu universitas di Jakarta. Ia
mengabdikan diri dalam bidang pelayanan kepada para mahasiswa/i.
Nara Setu
sebagai anak pertama lebih lanjut
bercerita, ibunya mengalami sakit sakit sejak lama. Ia juga memaklumi karena
usia ibundanya yang sudah memasuki enam puluh tahun. Ibundanya rajin melakukan chek up.
Satu hal yang dikagumi dari ibu adalah walaupun sakit tapi tetap menununjukkan
wajah yang tetap riang, gembira. Mungkin menurut Nara Setu, ia ingin kami
sebagai anak-anak jangan sampai sedih
memikirkan kondisinya.
‘’Minggu
yang lalu kami masih melihat ibu menahan rasa sakit. Namun ibu sendiri tidak
pernah mengatakan ia merasa kesakitan , yang kami ketahui ibu selalu senyum
kepada kami anak-anaknya,’’ kisah Nara dengan wajah tegar.
Ada suatu
momen, sebelum mama berpulang, Nara Setu
mengisahkan ibunda menolak melakukan chek up. Pada hal di rumah ada Bapak, juga
adik-adiknya, setelah saya datang ibu mau
melakukan chek up.
Nara Setu
menuturkan menjelang ubyu berpulang kami duduk mengelilingi ibu dan mulai
menddaraskan Doa Rosario. Ibu hanya tidur, berbaring dan mendengarkan berdoa
untuknya. Yang menguatkan kami, kata Nara kehadiran teman-teman ibu, sahabat,
teman sepekerjaan dan semua yang berkhendak baik untuk datang melihat ibu. Ini
menjadi penyemangat, menguatkan kami sekeluarga yang ditinggalkan ibu.
Kesederhanaan,
iman yang teguh kepada Bunda Maria menjadi sikap iman yang kami teladani dari ibu.
Meski ibunda kami telah pergi namun kami merasakan bahwa cinta ibu tak pernah
berubah kepada kami sekeluarga.
Inilah iman
yang diwariskan kepada kami saya dan keempat adik saya, juga ersama bapak. Ia pergi msuk dalam surga Bapa seperti
janji Yesus. Ia pergi menyediakan tempat untuk berdiam selamanya, Jerusalem
Abadi. *** Konradus Mangu.
0 Komentar