Unordered List

6/recent/ticker-posts

Johanes Nara Setu: “Kami sangat Menyayangi Ibu”

 

                                            


ADA berbagai pengalaman yang mewarnai kehidupan sesorang, dalam keadaan suka maupun duka, dalam kondisi untung dan kemalangan.  Berkaitan dengan bulan penuh Rahmat, Bulan Rosario ini ada banyak yang memiliki pengalaman betapa Bunda Maria berdoa Bersama mereka yang membutuhkan pertolongan. Tentu dua hal yang pasti setiap manusia  pernah bahkan sering melewati  hidup  dalam suasana penuh  kegembiraan maupun dalam kedukaan. Nara, demikian ia biasa dipanggil mengaku juga sangat dekat dengan Bunda Maria. Kedekatan dengan sosok Bunda Maria itu tidak lain karena kedekatan dengan ibundanya Maria Jasintha Elizabeth Hamboer. Ibundanya selalu memperkenalkan kepadanya tentang kesetiaan kepada Bapa.

Sikap sederhana itulah yang diperkenalkan kepada kami. Menurut Nara kesederhanaan itu sungguh mengakar dalam kehiduoan ibundanya. Hingga saat-saat berpulangnya ibu ke rumah Bapa di surga ia masih memancarkan kesederhanaan itu.

Sikap ibundanya kepada Nara, juga kepada empat adiknya memang selalu memberikan perhatian yang sangat serius. Inilah sikap yang juga menjadi habit bagi kehidupan bersama dalam keluarga.

Kesan itu terungkap saat Misa Penghiburan meninggalnya Maria Jasintha, beberapa bulan lalu. Ibunda Nara Setu ini adalah sebagai dosen di salah satu universitas di Jakarta. Ia mengabdikan diri dalam bidang pelayanan kepada para mahasiswa/i.

Nara Setu sebagai anak pertama  lebih lanjut bercerita, ibunya mengalami sakit sakit sejak lama. Ia juga memaklumi karena usia ibundanya yang sudah memasuki enam puluh tahun.  Ibundanya rajin melakukan chek up. Satu hal yang dikagumi dari ibu adalah walaupun sakit tapi tetap menununjukkan wajah yang tetap riang, gembira. Mungkin menurut Nara Setu, ia ingin kami sebagai anak-anak  jangan sampai sedih memikirkan kondisinya.

‘’Minggu yang lalu kami masih melihat ibu menahan rasa sakit. Namun ibu sendiri tidak pernah mengatakan ia merasa kesakitan , yang kami ketahui ibu selalu senyum kepada kami anak-anaknya,’’ kisah Nara dengan wajah tegar.

Ada suatu momen, sebelum  mama berpulang, Nara Setu mengisahkan ibunda menolak melakukan chek up. Pada hal di rumah ada Bapak, juga adik-adiknya, setelah saya datang  ibu mau melakukan chek up.

Nara Setu menuturkan menjelang ubyu berpulang kami duduk mengelilingi ibu dan mulai menddaraskan Doa Rosario. Ibu hanya tidur, berbaring dan mendengarkan berdoa untuknya. Yang menguatkan kami, kata Nara kehadiran teman-teman ibu, sahabat, teman sepekerjaan dan semua yang berkhendak baik untuk datang melihat ibu. Ini menjadi penyemangat, menguatkan kami sekeluarga yang ditinggalkan ibu.

Kesederhanaan, iman yang teguh kepada Bunda Maria menjadi sikap iman yang kami teladani dari ibu. Meski ibunda kami telah pergi namun kami merasakan bahwa cinta ibu tak pernah berubah kepada kami sekeluarga.

Inilah iman yang diwariskan kepada kami saya dan keempat adik saya, juga ersama  bapak. Ia pergi msuk dalam surga Bapa seperti janji Yesus. Ia pergi menyediakan tempat untuk berdiam selamanya, Jerusalem Abadi. *** Konradus Mangu.

 

Posting Komentar

0 Komentar