Unordered List

6/recent/ticker-posts

Freeport Indonesia Minim Perhatikan Inisiatif Lokal yang Giat Memberdayakan Potensi Putra Asli Amungme dan Kamoro


                                            

TIMIKA , Gagas Indonesia Satu.com

PT Freeport Indonesia, anak perusahaan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, raksasa tambang dunia yang beralamat di Phoenix, ibu kota Negara Bagian Arizona, Amerika Serikat, dinilai minim perhatian terhadap inisiatif berbagai kelompok di Mimika yang bekerja keras memberdayakan potensi generasi muda suku Amungme dan Kamoro serta suku-suku kekerabatan lainnya.

Selama ini, pihak korporasi juga kurang memperhatikan potensi generasi muda suku Amungme dan Kamoro serta suku-suku kekerabatan lainnya. Padahal, generasi muda asli dua suku tersebut adalah pemilih sah wilayah adat dan tanah ulayat yang dieksplorasi Freeport Indonesia untuk mendapatkan emas, perak, dan bahan tambang lainnya untuk mendongkrak pemasukan korporasi dan menambah pemasukan negara.

                                          


“Sejak tahun 2001, kami sudah menyediakan tempat pendidikan dan pelatihan bagi puluhan anak asli Amungme dan Kamoro serta suku-suku kekerabatan lainnya di Papua Tengah dan tanah Papua umumnya,” ujar Pendiri Yayasan Pengembangan Talenta Papua (YPTP) Didimus Kosi di Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Senin (18/11).

Pihaknya juga mengeritik langkah PT Freeport Indonesia dan Koperasi Keuskupan Timika mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi anak-anak asli Papua. Pasalnya, pendidikan dan pelatihan sudah lama dikerjakan YPTP. Karena itu, bila berniat berjalan bersama, dilakukan kerja sama kolabolatif. 

                                     

“Kalau boleh pihak Freeport Indonesia dan pihak koperasi tidak perlu lagi membuat kegiatan pendidikan dan pelatihan yang sudah dibuat (dikerjakan) oleh YPTP. Lebih produktif lagi yaitu diadakan pelatihan yang saling mendukung. Freeport dan koperasi tidak boleh monopoli kegiatan serupa yang sudah kami lakukan. Solusinya, dilakukan kerja sama kolaboratif agar saling mendukung,” ujar Didimus tegas.

Menurut Didimus, imam Katolik putra asli Papua dari Ordo Fratrum Minorum (OFM) atau Saudara Dina, sejak bersama sejumlah orang asli Papua merintis yayasan yang concern di bidang pendidikan dan pelatihan formal tahun 2021, perhatian Freeport Indonesia melalui corporate social responsibility masih sangat minim. Padahal, yayasan ini hadir untuk ikut mengentas kemiskinan masyarakat asli pemilik ulayat di mana perusahaan beroperasi.

“Dukungan saluran dana satu persen perusahaan kepada kelompok-kelompok terkesan tebang pilih. Kalau begini caranya, kapan potensi anak-anak asli maju. Kami sudah bekerja susah payah memberdayakan potensi masyarakat, terutama para pemuda dan pemuda asli Amungsa tapi terkesan belum mendapat perhatian serius Freeport Indonesia. Pihak perusahaan harus serius memperhatikan soal sensitif ini,” kata Didimus, imam Keuskupan Timika. 

Pengalaman hidup sebagai imam diakui menggerakkan hatinya untuk menyapa dan ‘memeluk’ setiap anak yang terlantar dan terabaikan. Mereka adalah anak-anak asli tanah Papua yang kaya raya dengan sumber daya alam (SDA), terutama bahan tambang dan mineral lainnya. Wajah anak-anak asli itu ibarat wajah Yesus yang tersalib di palang penghinaan. Kegelisahan mendera batin imam ini.

 “Di dalam diri setiap anak yang terlantar, saya melihat dan menemukan wajah Yesus yang tersalib. Pengalaman spiritual bersama Tuhan Yesus dan Bunda Maria menggerakkan saya untuk memberikan perhatian kepada anak-anak terlantar dan terlupakan, anak-anak yang putus sekolah, yang ada di tanah Papua, secara khusus di Mimika,” ujar Didimus.

Padahal, menurut Didimus, anak-anak adalah harapan masa depan daerah, bangsa, dan negara. Anak ini juga harapan Gereja. Di pundak mereka, hidup atau matinya suatu generasi emas dipertarukan. 

“Maka, seyogianya anak-anak sejak usia dini, bahkan sejak di dalam rahim mamanya mendapatkan perhatian serius. Ironisnya, di tanah Papua, secara khusus di Mimika masih banyak anak putus sekolah dan terlantar. Mereka adalah anak-anak Tuhan sekaligus merupakan anak-anak dari negara Indonesia yang kita cintai ini,” kata Didimus.

Oleh karena itu secara pribadi, ia bersama rekan-rekan yang mengelola yayasan ini mengalami perjumpaan dengan anak-anak yang putus sekolah dan terlantar di Mimika. Didimus mengaku, ada yang berasal dari stasi Santo Agustinus, Paroki Santo Stefanus Sempan, Keuskupan Timika. Perjumpaan tahun 2016 membuat imam ini dan pengurus yayasan gelisa. 

                                        

“Kenyataan itu mendorong kami berpikir keras, bagaimana cara untuk memberikan perhatian kepada anak-anak terlantar itu. Mereka yang putus sekolah, isap lem aibon, konsumsi minuman keras, narkoba, seks bebas dan lain-lain. Kami berpikir bagaimana caranya agar anak-anak putus sekolah dan terlantar ini memiliki masa depan yang baik? Itulah sejumlah pertanyaan yang terus merasuk benak kami,” katanya.

Menurut Didimus, anak-anak yang didampingi semakin hari semakin bertambah jumlahnya. maka ia bersama rekan-rekannya berpikir perlu ada sebuah lembaga. Lembaga ini memberikan perhatian kepada anak-anak putus sekolah dan terlantar. Melalui sejumlah pertemuan dengan orang-orang baik, yang memiliki hati untuk anak-anak di Mimika, di antara Abrahan Timang, dan kawan-kawannya, pada 15 Desember 2020, didirikan yayasan itu. 

Didimus mengatakan, melalui yang dikelola anak-anak yang hidup dan akrab dengan lem aibon, narkoba, seks bebas, dan lain-lain bisa mendapatkan kembali kesempatan untuk belajar melalui pendidikan non-formal. Lewat yayasan ini, anak-anak aktif dan diwadahi dalam kegiatan pelatihan seperti pertukangan, meubel, dan lain-lain. 

Dengan demikian, ujar Didimus, ada secercah harapan yang akan diraih terutama kemandirian dalam hidup dan tak tergantung pada pihak lain. Yayasan ini merupakan lembaga pendidikan formal dan nonformal yang dikembangkan serta diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal. 

“Yayasan memberikan kesempatan belajar kepada seluruh lapisan masyarakat agar mereka mampu membangun dirinya sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itulah yayasan berperan sebagai tempat pembelajaran berbagai pengetahuan dan keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana dan potensi yang ada di sekitar lingkungannya baik di desa maupun kota agar masyarakat memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup,” katanya. 

Menurut Didimus, visi yayasan yaitu Hidup Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Memanusiakan Manusia Yang Tertinggal. Sedangkan misi yayasan yaitu mengangkat harkat dan martabat anak-anak penerus Amungme-Mimika Wee yang berkualitas dan mandiri serta menciptakan lapangan kerja bagi anak-anak Amungme-Mimika Wee. (*)


                                                

KET FOTO: Generasi muda dua suku asli Amungme dan Kamoro serta suku-suku kekerabatan lain yang sedang belajar mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dikelola Yayasan Pengembangan Talenta Papua (YPTP) Mimika. Yayasan ini dipimpin Pastor Didimus Kosi, OFM, imam putra asli Papua yang berkarya di Keuskupan Timika. Foto: Istimewa ***

Posting Komentar

0 Komentar