Unordered List

6/recent/ticker-posts

Mahar (Belis) Jangan Menghalangi Penerimaan Sakramen Perkawinan

                                            


“Adat istiadat dari daerah manapun baik dan dihargai oleh kita sebagai manusia beradat dan berbudaya. Gereja dalam Terang Injil memiliki penilaian tersendiri pada setiap adat istiadat tanpa pernah menghakimi.”

Sebagai umat Katolik, pengikut Kristus kita menghormati adat istiadat setempat, namun tidak bisa menjadikan adat istiadat untuk menghalangi pasangan yang hendak menjawab panggilan Allah; membangun kehidupan berkeluarga sebagai pasangan suami istri yang sah melalui perayaan pemberkatan perkawinan di Gereja secara Katolik (bdk. Kongregasi untuk Pendidikan KatolikEducating to Intercultural Dialogue in Catholic SchoolsHidup dalam Keselarasan demi Peradaban Kasih, Roma, 28 Oktober 2013).

Adat dalam perkawinan dengan pemberian belis atau mahar sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga. Namun apalah artinya penghormatan itu ketika hanya karena mahar atau belis yang belum diberikan oleh pihak keluarga laki-laki menodai niat suci pasangan yang hendak menyatukan cinta mereka dalam ikatan suci perkawinan dengan membiarkan mereka hidup bersama tanpa ikatan nikah atau hidup dalam per-zina-han.

Ada banyak alasan mengapa pasangan yang sudah hidup bersama namun belum mau melangsungkan perayaan Sakramen Perkawinan di Gereja. Dari sekian banyak alasan entah ekonomi, belum siap dan lain sebagainya, salah satu alasan adalah adat belum selesai yaitu pemberian mahar atau belis belum terlaksana.

Dan dengan alasan mahar atau belis itulah yang membuat kita sadar atau tidak sadar mengiyakan adanya per-zina-han bagi pasangan yang sudah hidup bersama tanpa ikatan nikah yang berdampak pada tidak diperkenankan bagi mereka untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus dalam setiap perayaan Ekaristi.

Gereja selalu berusaha untuk membantu pasangan-pasangan seperti ini dengan tidak membiarkan hidup lebih lama dalam keadaan berdosa namun sering adat istiadat justru menjadi penghalang bagi usaha Gereja untuk menyelamatkan pasangan tersebut bersatu dengan Kristus melalui Sakramen Perkawinan maupun melalui Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi.

Sebagai pengikut Kristus, seharusnya kita mendahulukan perkawinan secara Gereja dan kemudian urusan adat dalam hal ini pemberian mahar atau belis. Karena yang dibutuhkan untuk bisa menikah secara Katolik adalah kehendak bebas pasangan dalam mengungkapkan kesepakatan perkawinan, tanpa ada paksaan dan ancaman dan bukan terpenuhinya pemberian mahar atau belis (KHK, Kanon 1057).

Maka semoga kita semua yang sudah dibaptis menjadi anak-anak Allah dan anggota Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik yang hidup dalam kebudayaan ataupun adat istiadat tidak menjadikan adat pemberian mahar atau belis sebagai penghalang bagi pasangan untuk melangsungkan perkawinan secara Katolik. 

Kita tetap menghormati adat budaya kita. Namun karena kita sudah memilih menjadi pengikut Kristus maka menjadi kewajiban kita untuk menaati ajaran Kristus melalui Gereja-Nya yang salah satunya adalah Sakramen Perkawinan dengan mendahulukan penerimaan Sakramen Perkawinan dan kemudian membicarakan masalah pemberian mahar atau belis.

Karena sebagai anggota Gereja, Perkawinan dalam Gereja juga mendapatkan perlindungan hukum (KHK, Kan. 1060) sehingga jangan sampai karena masalah pemberian mahar atau belis yang belum terlaksana menjadi penghalang bagi para pasangan untuk bersatu dengan Kristus dan Gereja-Nya.

Kita semua dipanggil dan diutus menjadi Terang dunia (Mat 5:13-16), maka jangan padamkan Terang Kristus bagi sesama kita hanya karena urusan pemberian mahar atau belis.

Palangkaraya, 11 Februari 2025

Penulis : Tuan Kopong msf

Posting Komentar

0 Komentar