Unordered List

6/recent/ticker-posts

DPP WKRI Menolak Seksisme

                                                       


 Jakarta, Gagas Indonesia Satu.com

 Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap terhadap penrnyataan Anggota DPR RI Komisi X, Ahmad Dhani  terkait usulan Perkawinan Pemain Naturalisasi dengan Wanita Indonesia dalam Rapat Komisi X dengan PSSI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga di Jakarta, belum lama ini.  WKRI sebagai organisasi kemasyarakatan perempuan Katolik yang telah terdaftar menilai bawa  “Allah menciptakan wanita sepadan dengan pria sehingga wanita Katolik Republbil Indonesia menolak Seksisme” demikian isi pernyataan sikap tanggal 8 Maret 2025 diterima redaksi Gagas Indonesia Satu.com

 Wanita Katolik RI adalah Organisasi Kemasyarakatan Perempuan Katolik yang telah terdaftar dalam Lembar Negara pada tahun 1952. Salah satu peran yang pernah dilakukan organisasi ini adalah terlibat aktif dalam menginisiasi terlaksananya Kongres Perempuan pertama (I), yang terlaksana pada tanggal 22 Desember 1928.

Keterlibatan Organisasi Wanita Katolik RI ini juga telah diakui oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan penghargaan yang diberikan lewat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), pada tanggal 22 Desember 2021 yang lalu.

 Lebih lanjut dijelaskan Organisasi Wanita Katolik RI diakui Pemerintah sebagai Organisasi Perempuan yang terlibat dalam Kongres Perempuan I pada tanggal 22-25 Desember 1928 dan hingga saat ini masih berperan dalam “Memajukan Kesejahteraan Perempuan Indonesia”. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga mengakui bahwa Wanita Katolik RI merupakan ormas yang terlibat aktif dalam merawat keberagaman di NKRI, dengan memberikan penghargaan sebagai Peraih Penghargaan Ormas Bidang Kategori Khusus Bakti Sepanjang Hidup (Long Life Achievement), pada tanggal 6 November 2018.

 Organisasi Wanita Katolik RI, yang pada tahun ini telah memasuki usia 101 tahun, tetap konsisten untuk terus berjuang mewujudkan cita-cita pendiri, yakni “Mewujudkan kesejahteraan bersama serta menegakkan harkat dan martabat manusia.” Selain itu, Organisasi Wanita Katolik RI juga tetap berpegang teguh pada “Misinya”, yakni “Memberdayakan perempuan, menghimpun aspirasi serta mengaktualisasikan potensi perempuan serta yang paling penting adalah memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh dimensi kehidupan.”

 Maka, berdasarkan cita-cita dan semangat pendiri serta misi organisasi, Wanita Katolik RI menyesalkan dan keberatan dengan pernyataan anggota DPR RI, Komisi X, Ahmad Dhani, tentang “Usulan Perkawinan Pemain Naturalisasi dengan Wanita Indonesia.” Usulan tersebut cenderung merendahkan harkat dan martabat kaum wanita, sebagai alat reproduksi atau penghasil keturunan.

 Perendahan harkat dan martabat manusia merupakan  perilaku yang tidak sesuai Pancasila, sebagai Dasar Negara Indonesia, khususnya sila kedua tentang “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila kelima tentang Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” “Penjodohan pria dan wanita dalam sebuah perkawinan” merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia dan perbuatan yang bertentangan dengan “rasa keadilan.” Pria dan wanita mempunyai hak yang sama untuk menentukan pasangan hidup mereka masing-masing. Pria dan wanita mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan hidupnya masing-masing.

 Perendahan harkat dan martabat kaum wanita juga bertentangan dengan kehendak Allah, seperti jelas ditegaskan dalam Kitab Suci, “Tuhan Allah berfirman: Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej 2, 18). Tuhan menciptakan wanita sebagai “Penolong yang sepadan” bagi pria (Adam). “Sepadan” itu artinya setara atau sederajat; tidak ada yang lebih tinggi satu dibandingkan dengan yang lain. Maka, sejak awal Tuhan menghendaki adanya kesederajatan antara pria dan wanita. Pria tidak diciptakan lebih tinggi derajatnya dari pada wanita, sekalipun mereka mempunyai berbagai macam perbedaan.

“Penjodohan pria dan wanita dalam sebuah perkawinan” juga tidak selaras dengan Hukum Gereja, yang menegaskan bahwa perkawinan itu merupakan sebuah “Kesepakatan” antara pria dan wanita (Kanon 1057 §1-2), yang terarah kepada “Kesejahteraan Suami dan Istri” (Kanon 1055). Sebuah kesepakatan terjadi dengan sah, kalau kedua pihak, pria dan wanita, berada dalam keadaan “Bebas”, tidak dijodohkan, ditekan, diancam atau dipaksa pihak lain. Selain itu, sebuah perkawinan juga terarah kepada kesejahteraan suami dan istri. Kesejahteraan suami dan istri harus diperjuangkan bersama-sama oleh pasangan yang telah menikah; kesejahteraan tersebut adalah kesejahteraan yang utuh: jasmani dan rohani, lahir dan batin, material dan spiritual.

Bagian akhir pernyataan sikap  yang ditandatangani Ketua Presidium,  Elly Kusumawati Handoko ini menilai, suatu perkawinan suci merupakan pilihan pribadi masing-masing individu dan tidak seorangpun berhak untuk memaksakan sebuah pilihan, apalagi kalau penjodohan atau pemaksaan itu hanya bertujuan untuk mendapatkan keturunan unggul dalam bermain bola. Tujuan tersebut tidak selaras dengan hakikat sebuah perkawinan yang kami yakini sampai saat ini.

Semoga Allah yang Mahakuasa senantiasa memberikan hikmat dan kebijaksanaan dalam hati kita untuk selalu memberikan ruang bagi hak-hak tiap individu di berbagai unsur hidup bermasyarakat, khususnya bagi kaum perempuan.*** (Konradus R. Mangu )

 

 

Posting Komentar

0 Komentar